Notification

×

Kategori Berita

Cari Cerita

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Entri yang Diunggulkan

DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN

  Kang Asep Hidayat DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN By. Kang Asep Hidayat Assalamualaikum, salam sejahtera buat sahabat kang Asep Hidayat semua ...

Indeks Berita

Iklan

Nenek Tua Di Gunung Artapela

Sabtu, 23 November 2019 | November 23, 2019 WIB Last Updated 2020-11-04T08:25:40Z
 

 
 
 
Bagi anda yang suka hiking atau camping ke gunung, bagaimana perasaan kalian ketika bisa sampai di puncak gunung? Yupz, pastinya seru dan pemandangannya indah.
Tapi sadarkah kalian? Ada sesuatu yang tak kasat mata sedang bersama anda di tempat tersebut. Siapkah anda bertemu dengan mereka?
Ngomong-ngomong tentang gunung. Kali ini aku ingin berbagi pengalaman seram, menakutkan dan hampir melenyapkan nyawaku yang baru saja aku alami.
Karena pengalaman bertemu nenek tua di gunung artapela ini aku harus berhenti update blog PS ini untuk sementara dan harus melakukan beberapa terapi untuk menghilangkan trauma dan sisa-sisa gangguan gaib pada diriku.
Dua minggu yang lalu aku bersama beberapa temanku mencoba untuk menjelajah dan kemping di salah satu gunung yang terkenal dengan keindahannya.
Apakah anda pernah mendengar nama gunung artapela? Yupz, salah satu gunung yang sedang happening sebagai tempat hiking atau kemping favorit para pecinta alam.
Mendengar testimoni dari para pendaki tentang keindahan gunung artapela, aku dan beberapa temanku pun segera berangkat menuju gunung artapela dengan modal nekat.
Singkat cerita, kami telah sampai di kaki bukit artapela melalui jalur pangalengan. Ketika itu kami sampai sekitar pukul 7 malam. Bermodalkan GPS kami memulai perjalanan menapaki setiap jengkal jalur menanjak menuju puncak bukit itu.
Kami berjalan dalam suasana yang sangat gelap gulita bahkan cahaya bulan pun seolah tak mau menyinari kami karena terhalang oleh rimbunnya pepohonan.
Hanya bersandar pada cahaya senter, kami meraba-raba untuk sampai ke puncak gunung. Dan ketika sedang menapaki jalur pendakian, tanpa sengaja senterku menyorot seorang nenek tua yang sedang duduk di sebuah gubuk reot.
Nenek penghuni rumah baru
Aku terpaku sejenak melihat nenek tua itu. wajahnya keriput namun menatap tajam padaku.
“Praakk! Jalan bro..” ujar temanku sembari menepuk bahuku.
“Itu ada nenek-nenek ngapain disitu” ujarku sambil menyorotnya dengan senter.
“Udah jangan ngomong sembarangan, ayo jalan!” ujar temanku yang ternyata tidak melihat siapapun di gubuk reot itu.
Aku melanjutkan perjalanannku menuju puncak bukit. Dan setelah kejadian itu, pendakian panjang kamipun dimulai.
Entah mengapa langkah kami semakin berat, bahkan temanku pun tiba-tiba mengalami sesak napas. Dan salah satu teman yang lain tiba-tiba tidak kuat melangkah lagi dan merasa ingin pingsan.
Sekedar informasi, gunung artapela merupakan gunung dengan ketinggian sekitar 2000 mdpl dan jalur pendakiannya sangat cocok bagi pendaki pemula.
Karena beberapa teman kami kecapean, maka di pertengahan jalan kami harus beristirahat sebentar untuk memulihkan tenaga.
Saat itu aku kebelet pipis dan segera mencari semak-semak. Beberapa temanku yang juga kebelet mengikutiku dari belakang.
Kami pun mulai bersiap-siap dengan berdiri berderet untuk pipis setelah menemukan tempat yang cocok. “Punten” ujarku dalam bahasa sunda yang berarti permisi. Tiba-tiba aku mendengar suara “emmmm” tepat dari sebelahku.
“ahh mungkin suara pohon yang terkena angin “ pikirku saat itu.
Setelah selasai aku kembali berkata “nuhun” yang berarti terima kasih. Dan lagi-lagi aku mendengar “Emmmm” seketika itu bulu kudukku mulai merinding.
Aku berusaha merahasiakan apa yang baru saja aku dengar dari teman-temanku. Sesegera mungkin aku mengajak mereka melanjutkan perjuangan kami menuju puncak gunung artapela.


Ketika itu aku berjalan di depan memimpin teman-temanku. Jalan yang kami lalui saat itu sangat menanjak dan gelap gulita sehingga memaksa aku untuk menyorot senterku.
Tanpa sengaja aku menyorot sesuatu di ujung jalan. Dalam cahaya yang remang-remang aku melihat ada seseorang yang sedang duduk di ujung jalan sana.
“ayo bro, ada pendaki lain di depan!” kataku menyemangati teman-temanku yang sudah mandi keringat.
Setelah sampai di lokasi tempat aku melihat pendaki tersebut, aku diam sejenak mencari pendaki itu. barusan aku masih melihatnya duduk namun kini sudah tidak ada.
Teman-temanku masih agak jauh dariku saat itu. aku coba mecari-cari di sekita tapi benar-benar tidak ada orang.
“Neangan saha sep (cari siapa nak)?” terdengar suara dari samping kiriku.
Reflek aku menoleh sambil menyorot muka orang itu. seketika itu seluruh darahku serasa naik hingga ubun-ubun kepala dan jantungku berhenti berdetak. Ternyata nenek tua yang aku lihat pada gubuk reot di bawah kini sudah ada di sampingku.
Matanya menyolot tajam padaku. Kulit wajahnya keriput tanpa terhias senyuman pada wajahnya yang sangat menyeramkan bagiku.
“Mana pendakinya? Tanya salah satu temanku yang baru saja sampai di lokasiku.
“Gak ada, aku salah lihat!” ujarku sambil menyembunyikan apa yang baru saja terjadi.
Wajahku sangat pucat sekali dan kakiku gemetar lemas setelah melihat sosok nenek tua itu. Dengan tekad bulat akhirnya kami melanjutkan perjalanan tanpa ada gangguan berarti lagi.
Semua belum berakhir…
Kami pun sampai di puncak sulibra yang merupakan bagian dari gunung artapela. Kami segera mendirikan tenda serta tidak lupa bersyukur dan menikmati malam itu bersama.
Kira-kira pukul 12 malam kami pun memutuskan untuk tidur. Kami semua tidur dalam satu tenda dan aku mendapat tempat di pinggir.
Ketika sedang tidur, aku mendengar seperti ada yang jalan di samping tendaku. Memang ada pendaki lain juga yang sedang kemping di tempat itu. Tapi menurut anda, buat apa mereka iseng mengelilingi tenda kami?
Aku coba cuek dan mencoba menenggelamkan diriku dalam dinginnya suasana malam gunung artapela.
“Tong ngabala didieu! (jangan buang sampah sembarangan di sini)” terdengar suara yang berbicara padaku dari luar tenda.
Seketika itu mataku melotot kaget. Aku sangat terganggu sekali dengan suara itu, sepertinya suara itu tidak asing dan pernah aku dengar sebelumnya.
Oh iya! Aku inget, itu adalah suara nenek-nenek yang menyapaku saat perjalanan tadi.

Aku segera keluar tenda dan mencoba memeriksa sekelilingku. Aku mencoba menyorot senter ke berbagai tempat namun memang tidak ada siapa pun. Dan keadaaan saat itu sangat sepi karena pendaki lain sudah bersembunyi di balik tenda mereka masing-masing.
“Ah pipis dulu sebelum tidur lagi” ujarku dalam hati.
Aku mencoba mencari semak-semak di sekitar lokasi kemping, kira-kira 50 meter aku berjalan aku menemukan lokasi untuk pipis yang cukup sepi.
“Punten!” ucapku.
“Mangga!” jawab seseorang dari sampingku.
Reflek aku menoleh dan ternyata nenek tua yang aku lihat di bawah tadi sedang berdiri di sampingku.
Kakiku gemetar dan sulit digerakan, ingin sekali aku berteriak tetapi mulutku terkunci rapat. Karena sulit untuk melangkah, aku menjatuhkan diri dan mencoba untuk merayap meninggalkan nenek tua itu.
Mulutku benar-benar terkunci saat itu, tanpa bisa berbuat banyak aku pun menangis sambil berusaha meninggalkannya.
Perasaan sudah merayap sejauh mungkin tapi ternyata aku hanya bergerak maju beberapa langkah. Dan tiba-tiba nenek itu sudah berdiri di depan ku yang sedang merayap.
“Bade kamana atuh sep? (mau kemana nak)” tanyanya.
Mendengar ia bertanya padaku, aku hanya bisa menangis meraung-raung tanpa bisa berbuat banyak. Aku sangat takut sekali hingga benar-benar emosi ingin berteriak sekencang-kencangnya.
Namun entah kenapa tiba-tiba badanku bertenaga kembali, segera aku bangkit dan berlari menghindarinya. Aku berlari ke dalam tenda dan menutup seluruh tubuhku dengan sleeping bag.
“kenapa bro?” tanya salah satu temanku.
Aku tidak menjawabnya dan tidak peduli pertanyaan apapun. Aku sangat ketakutan sekali saat itu, dan akupun masih menangis tanpa suara dalam balutan sleeping bag itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Cerita Terbaru Update