Notification

×

Kategori Berita

Cari Cerita

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Entri yang Diunggulkan

DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN

  Kang Asep Hidayat DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN By. Kang Asep Hidayat Assalamualaikum, salam sejahtera buat sahabat kang Asep Hidayat semua ...

Indeks Berita

Iklan

JIN PENGGANGGU PENGANTIN

Kamis, 29 April 2021 | April 29, 2021 WIB Last Updated 2021-04-29T11:54:03Z

 

JIN PENGGANGGU PENGANTIN
By. Kang Asep Hidayat

Assalamualaikum, salam sejahtera buat sahabat kang Asep Hidayat semua dimanapun berada, apakabarnya?

Kang Asep selalu berdo'a , semoga kita semua selalu sehat serta selalu dalam lundunganNya, amiiin......
Baik kita langsung saja kebagian ceritanya, semoga berkenan, tidak lupa dengan mengucapkan..

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM

Inilah selengkapnya ........
Tahun 2005 di ranai Natuna.
Sepulang dari mesjid batu hitam Ranai,

usai melaksanakan sholat tarawih, aku memilih untuk segera tidur, tak berencana untuk kemana-mana lagi.

Aku matikan lampu kamar, lalu membaringkan tubuhku di ranjang kayu, sudah cukup lama kupejamkan mata, namun tak dapat jua mata ini tertidur, justru fikiranku jauh melayang, fikiranku berkelana, yaaah memikirkan nasib yang aku alami selama ini.

Bukan mengeluh, tapi sebagai manusia biasa terkadang aku terfikir dan bertanya dalam hati, mengapa hidupku selalu bertemu dengan berbagai masalah yang begitu pelik, apa salahku dan keluargaku ya Alloh?

Tanpa terasa disaat seperti itu aku selalu meneteskan air mata, jujur aku merasa rapuh, kepercayaan diri secara perlahan terkikis,
"Aku juga ingin bahagia ya Alloh"
Teriakku didalam hati.

Kriiiin....kriiiing...
Tiba-tiba saja, ponselku berdering, dengan sedikit malas, aku raih ponselku dari atas meja kecil disamping tempat tidur, kulihat dilayarnya tertera, UMMI.

Ada apa ya tengah malam begini ummi nelfon, fikirku.
Lalu telfonpun aku angkat.

"Assalamualaikum, apakabarnya mi?"
Jawabku dengan diawali salam.

''Waalaikum salam, alhamdulillah sehat, Yaaat, bangunlah, jangan banyak melamun, ayok bangun, ambil air wudhu, sholat dan mengaji, berdoa memohon yang terbaik untuk hidupmu, dunia dan akhiratmu, jangan mudah putus asa ya",
Demikian ujar ummi ditelfon,

''iya mi, Dayat gak kenapa-kenapa mi''
Jawabku dengan tergagap, karena terkejut, ummi kok tahu jika saat itu aku memang tengah melamun, bahkan aku tengah bersedih.

Singkat cerita, aku menuruti nasihat ummi, aku bangkit dari baringku, kuhidupkan lampu kamar dan keluar kamar untuk ke kamar mandi barak yang berada diujung barak.

Ketika baru saja keluar dari kamar, secara langsung pandangan mataku tertuju ke arah ujung barak yang terlihat remang-remang, karena lampu di bagian belakang sejak sore tadi mati, mungkin lampunya putus. Fikirku.

Dengan terpaksa aku terus melangkah menuju kamar mandi itu, jujur saat itu aku merasa sedikit merinding, karena fikiran sudah ke hal-hal aneh, sebab aku tahu jika barak itu dibangun diatas area pemakaman, walau yaaah infonya sudah dipindahkan sebelum barak itu dibangun.

Aku terus melangkah, namun seketika langkahku terhenti, kira-kira 5 meter dari kamar mandi yang berada disebelah kiri ujung barak,
tiba-tiba saja, pintu yang paling ujung menuju keluar barak bagian belakang, terbuka dengan sendirinya,

aku terkejut, karena beberapa meter di depan pintu itu telah berdiri dua sosok yang tidak aku kenali,

Dua sosok itu membelakangi pintu barak menghadap ke arah hutan atau kebun kelapa masyarakat yang tidak terurus.

Sosok itu seorang perempuan menggunakan pakaian serba putih, bersama sosok anak kecil kira-kira berumur 5 tahun, mereka diam mematung tak bergeming.

Aku terus melangkah menuju kamar mandi dengan pelan, setibanya dikamar mandi, aku segera mengambil air wudhu, lalu aku segera kembali menuju kamarku, yang tentunya aku harus melewati dua sosok tadi, dan ternyata benar saja sosok itu masih berdiri ditempatnya, aku coba berdehem,
ehem...Hem...

Dalam sekejap mata dua sosok itu menghilang, entah kemana, tanpa harus aku ceritakan, otomatis aku terkejut dan dan ketakutan, dengan cepat aku berlari menuju kamar.

Setibanya didalam kamar, dengan nafas tersengal-sengal serta semua bulu romaku meremang, aku tutup serta aku kunci pintu kamar.

Setelah aku merasa tenang, aku mulai melaksanakan sholat sunat, kemudian aku lanjutkan dengan mengaji serta berdoa, memohon ampun dosa untuk kedua orang tuaku, untukku, juga buat kaum muslimin dan muslimat, baik yang masih hidup maupun yang telah mati.

Tak lupa aku memohon apa yang aku inginkan, tentunya yang terbaik untuk dunia dan akhiratku.

Singkat cerita, seminggu berlalu, aku masih terus melakukan seperti yang ummi sarankan kepadaku dan lumayan membuat jiwaku merasa lebih tenang.

Sore itu jam 5 sore, aku melaksanakan tugas mengatur lalin disimpang mesjid raya Ranai atau simpang pasar, sore itu sangat ramai, karena setiap bulan puasa di area tersebut dijadikan pasar Ramadhan, masyarakat hilir mudik berbelanja untuk membeli takjial atau kue untuk buka puasa,

atau hanya sekedar ngabuburit, sehingga membuat jalanan kota Ranai macet, karena maklumlah jalanan kota Ranai memang pada saat itu belumlah lebar.

Kriiiing,
Ditengah aku mengatur arus lalu lintas, Ponselku berdering, aku ambil ponselku yang aku letak di boks yang berada di pinggang.

Aku melihat sebuah nomor yang tak tertera namanya, aku paling malas mengangkat telfon yang
tidak ada namanya.

Aku letakkan kembali ponselku di pinggang, namun tak lama
Berselang, ponselku kembali berdering, kali ini aku coba untuk mengangkatnya karena terus berulang biasanya penting, fikirku.

"Assalamualaikum,
Hallo, siapa ni?"
Tanyaku, setelah kuangkat telfon itu.

"Waalaikum salam, bang ini Adek"
Jawabnya, dan ternyata itu seorang perempuan, sejenak aku berfikir, mencoba untuk mengenali siapa pemilik suara itu.

"Duuuh, maaf ini siapa ya? Karena saya baru service hp, jadi nama-namanya hilang semua, kucoba memberi alasan klasik dan tentunya bohong.

"Ini Nunung bang, di tanjung pinang, terangnya, memberitahukan siapa dirinya.
Mendengar nama itu, aku sedikit terkejut,
karena lama sudah aku tidak berkomunikasi dengannya, bahkan aku sudah ganti nomor semenjak pasca kecelakaan yang nyaris aku hampir kehilangan sebelah kakiku.

"Apakabarnya dek, dan tahu dari siapa nomor hp Abang?"
Tanyaku kepadanya.

"Alhamdulillah sehat bang, iya bang, Adek kemarin ketemu bang Edo di tanjung pinang, Abang tu yang kasih Adek nomor Abang".
Jawabnya, dan menjelaskan bahwa bang Edo yang memberikan nomor hpku.

"O ya, Abang gak lebaran di kampung?''
Ia bertanya kepadaku lebaran dimana.

''abang lebaran diranai saja dek, malas Abang pulang dek'',
Jawabku, memang saat itu aku memutuskan untuk tidak pulang kampung dan memutuskan berlebaran diranai saja.

''pulanglah bang, Abang kan masih ada orang tua, jadi Abang pulang demi orang tua'',
Ucapnya, mengingatkanku.

''kalau Adek ikut Abang ke kampung, Abang mau pulang, kalau enggak, ya untuk apa Abang pulang'',

Demikian jawabku, yang entah kenapa, tiba-tiba saja aku berbicara seperti itu
Kepadanya, padahal aku kan tidak ada hubungan apa-apa dengannya, selain hanya sebatas teman saja.
Mendapat ajakanku, sejenak ia hanya terdiam, lalu iapun berkata,

"Gimana ya bang, coba Adek fikirkan dulu. Soalnya gak enak sama orang tua, jawabnya kepadaku meminta waktu untuk berfikir, yaaah wajar saja karena di hari besar tidak pulang berkumpul, justru pergi dengan orang lain.
Singkat cerita, obrolanpun selesai, dan akupun kembali pulang, karena tugasku jaga lalinpun selesai.

Malam itu selepas melaksanakan sholat sunat tarawih, aku bersantai di kamarku, aku memang semenjak memutuskan hijrah dalam kehidupanku, banyak memilih berdiam di barak jika tidak ada kegiatan pekerjaan, karena dengan cara demikian aku bisa terhindar dari segala godaan hal-hal negatif.

Tiba-tiba saja, ponselku berdering, aku raih ponselku yang berada di atas meja kecil, kulihat dilayar ponselku sebuah nama, Nunung, lalu panggilan pun aku terima.

"Assalamualaikum bang'',
Sapanya kepadaku.

''waalaikum salam, gimana kabarnya dek?", Jawabku.

''bang, berapa lama Abang dikampung?'', ia bertanya kepadaku.

''kalau Abang gak bisa lama dek, paling lama seminggu, emang kenapa dek?"

"Begini bang, Adek jadi ikut Abang, tapi gak bisa lama, karena Adek harus pulang ke kampung Adek di tembilahan. Jawabnya, memberi kabar kesediaannya ikut denganku ke kampungku.

Jujur aku merasa senang mendengar kesediaannya, aku tak pernah terfikir saat itu, bahwa aku membawa anak gadis orang di hari yang sangat istimewa bagi umat Islam, sementara saat itu diantara kami bukanlah pasangan kekasih, apalagi suami istri.

Dua hari kemudian tiba saatnya aku berangkat ke kampung, dan kami janjian aku berangkat terlebih dahulu ke Pekanbaru, dan h-1 lebaran aku tunggu di bandara Pekanbaru.

Singkat cerita, sesuai janji, h-1 aku tunggu ia di bandara, aku sedikit bingung, karena aku nyaris tak ingat lagi bagaimana wajahnya, maklumlah hampir 2 tahun kami tidak bertemu, bahkan berkomunikasi saja sudah setahun tidak ada.

Singkat cerita, akhirnya yang aku tunggupun tiba, saat itu jujur aku merasa asing, maklumlah kami memang hanya saat aku dirawat dirumah sakit tanjung pinang saja, selepas itu kami tidak pernah bertemu lagi.
Setelah sedikit berbasa basi, akhirnya kami langsung menuju ke kampungku.

Setibanya di kampung, ummi sedikit terkejut melihat aku membawa anak gadis orang, dan ummi sempat menegurku.

"Yat, ini calon istrimu ya?"
Demikian Ummi bertanya kepadaku.

''hmmm, gimana ya mi, sepertinya Dayat belum bisa memastikan mi, soalnya kami tidak pacaran mi, dan Dayat kan sudah punya tunangan mi'',

Demikian jawabku, dengan sedikit tergagap, karena setau ummi akupun sudah punya tunangan di pulau Batam.

"Kalau kamu merasa sudah bertunangan, kenapa Dayat bawa anak orang kerumah ini, Dayat jangan permainkan anak gadis orang'',
Ucap ummi dengan tatapan tajam kepadaku,

''iya mi, Dayat salah, kita lihat saja nanti mi, kita anggap saja Nunung teman Dayat yang berkunjung kerumah kita, ujarku santai,

Malam itu suasana dikampung terasa begitu meriah, suara takbir berkumandang disetiap mesjid dan musholla,

demikian pula dirumahku, kami berkumpul dirumah ummi, bercanda ria, memasak buat besok makan selepas sholat Ied, tentunya membuat suasana hati kami bahagia.

Keesokan harinya selepas melaksanakan sholat Ied, kami sekeluarga berjiarah ke makam bapa dan teh ayi,

Diatas pusara bapak kami mengirim doa yang terbaik buat bapak juga ahli kubur yang ada disana, saat itu fikiranku menerawang mengenang saat-saat indah ketika bapak masih ada, namun semua sudah ketentuan Alloh, bahwa setiap mahluk bernyawa akan kembali kepadaNya.

Setibanya dirumah, sepulang dari sholat Ied dan jiarah makam, kami berkumpul dirumah ummi, kami sungkeman mohon maaf kepada sesama bersaudara, terutama kepada Ummi, selanjutnya kami makan bersama,

Disela makan dan minum hidangan lebaran, tiba-tiba saja ummi nyeletuk berbicara kepadaku, yang tentunya didengar oleh seluruh keluargaku.

"Yat, kapan kalian menikah?"
Mendengar pertanyaan Ummi, tentu saja, aku terkejut, dan tak enak hati, karena sudah pasti dihadapan Nunung, sejenak aku hanya dia sembari beradu pandang dengannya,

"Ehem, belum tau mi, orang kami cuma temenan",
Jawabku apa adanya,

"Sudahlah jangan aneh-aneh, kami sudah cocok dengan teh Nung'', celetuk adikku.

''udah jangan bahas itu lagi, cerita lain saja, jawabku singkat,

Singkat cerita, lebaran ke tiga, akhirnya aku kembali ke Natuna, dengan menggunakan kapal Fery menuju Tanjung pinang, karena aku harus mengantarkan Nunung pulang, kemudian aku melanjutkan ke Natuna.

Setibanya di Natuna, jujur seperti ada sugesti yang membuat aku lebih semangat dalam hidup, aku dengan Nunung semakin sering berkomunikasi.

Juni Tahun 2006
Malam itu selepas melaksanakan sholat fardu isya aku keluar barak, saat itu aku pergi ke warung makan yang biasa tempat aku makan, seperti yang telah aku ceritakan aku berusaha menghindari segala pergaulan yang cenderung negatif, termasuk dalam berteman.

Satu tahun terakhir aku memilih untuk sendiri, adapun teman, sudah pasti yang menurutku baik perilakunya sehingga membawa kebaikan untuk hidupku.

Tak lama aku diluar, setelah segala keperluan beres, akupun segera kembali pulang kebarak.

Setibanya dibarak, aku langsung masuk kekamar, walau tidak langsung tidur, aku bersantai sendiri, nonton tv,

Disaat aku tengah menonton tv tiba-tiba saja, ponselku berdering, kuraih ponselku yang saat itu berada diatas kasur, terlihat olehku sebuah nama dilayar ponselku, Nunung, lalu ku angkat telfon darinya,

"Assalamualaikum dek'', apakabarnya?"
Sapaku, yang seperti biasa kuawali dengan salam.

"Alhamdulillah sehat bang, Abang lagi ngapain?" Tanyanya kepadaku.
''Abang lagi di barak, baru pulang makan diluar,

"o ya dek, gimana inget gak waktu lebaran kemarin dikampung Abang? Kita disangka pacaran, trus ditanya kapan mau nikah lagi, lucu kan? Hahaha ...
Ucapku sambil tertawa. Dan diapun ikut tertawa, lalu sejenak ia terdiam, dan kufikir telfonnya terputus.

''halo...halo",
Sapaku untuk memastikan telfonnya masih tersambung atau sudah terputus.

''iya halo, jawabnya, dan ternyata masih tersambung,

''abang fikir terputus dek"
Ucapku kepadanya. Tiba-tiba saja, ia berkata, dan terdengar dari suaranya ia berbicara dengan serius.

"Kalau keluarga Abang nanya kapan kita nikah, kenapa gak kita nikah aja sekalian bang?"
Tentu saja aku terkejut mendengar ucapannya. Namun saat itu aku anggap hanya gurauan saja kepadaku.

Hahahaha....bisa saja Adek nih
Nikah mah gampang dek, tapi setelahnya tu stres nanti, Abang belum siap dek. Jawabku sembari tertawa.

"Kenapa belum siap bang?, Abang kan sudah cukup umur dan sudah bekerja.
Ucapnya kepadaku.

''yaaah, kalau bahas masalah umur mah, memang sudah cukup, lebih malahan, hahaha, tak lama lagi jadi bujang lapuk, hahaha..

Jawabku masih terus tertawa, yang sebenarnya hatiku menangis, karena aku memang sudah ingin berumah tangga seperti yang lainnya, tapi masih banyak hal yang harus aku selesaikan.

''trus kenapa lagi Abang belum siap?"
Desaknya kepadaku.

''hmmm, dengan berat hati, akupun menjawab.
"Abang masih membiayai adik Abang yang paling kecil kuliah dek, jika Abang menikah saat ini, lalu siapa yang akan membiayai adik Abang dek? Jawabku.

Singkat cerita, obrolanpun selesai, lalu aku memutuskan untuk tidur, namun walau aku berusaha untuk tidur tak jua mataku dapat tertidur, fikiranku jauh menerawang entah kemana, aku masih kefikiran tentang pernikahan yang baru saja di bicarakan.

Disaat aku merenung dalam kegalauan, tiba-tiba saja aku teringat pesan ummi beberapa waktu yang lalu, yaitu disaat kita gundah janganlah turuti kegundahan, tapi berdoalah memohon petunjuk kepada Alloh. Saat itu serasa mendapat kekuatan dalam jiwaku, lalu aku bangkit dari baringku, kemudian aku melangkah menuju kamar mandi untuk berwudhu.

Singkat cerita, malam itu aku melaksanakan ritual sholat dan berdoa memohon petunjuk kepada Alloh, semoga Alloh memberikan yang terbaik untuk hidupku.

Hari demi hari terus berjalan sebagaimana mestinya, namun anehnya ada sesuatu yang beda dalam jiwaku, kini jiwaku penuh keyakinan akan pilihanku, mungkinkah ini petunjuk dari Alloh?
Wallohu A'lam, namun aku meyakini bahwa inilah petunjuk dariNya, dan aku memutuskan untuk menikahi wanita yang bukan pacarku, yaitu Nung perdana, perawat cantik yang pernah merawatku.

Malam itu seperti biasa selepas dari luar selesai makan malam, aku kembali ke kamar barakku, saat itu hatiku begitu tenang dan teguh, dan malam itulah aku akan berbicara kepada wanita yang akan aku jadikan istri serta ibu dari anak-anakku kelak,

Setelah tiba dikamar, aku duduk di tepi dipan kayu, aku raih ponsel yang aku letakkan di meja kecil, kemudian aku menelfonnya, tak lama berselang telfonkupun diangkat,

Assalamualaikum,
Apakabarnya dek? Sapaku kepadanya.

Waalaikum salam, Alhamdulillah sehat bang, ada apa bang, kok sepertinya ceria kali dari suaranya?

Dia menjawab dan sedikit menggodaku, akupun hanya tertawa kecil mendengar candaannya.

"Hehehe, iya dong ceria, dek Abang cuma mau kasih tau saja, mulai besok pagi segera urus surat-surat persyaratan ke KUA karena bulan depan kita menikah, yaitu tanggal 27 Agustus 2006.
Ucapku secara langsung tanpa basa basi kepadanya, dan tentu saja ucapanku membuatnya terkejut hingga ia berteriak.

"Apa bang, bulan depan kita menikah, yang bener aja bang?''
Demikian ia menjawab dengan suara terkejut tentunya.

''iya dek, kenapa Adek gak mau nikah sama Abang?"
Aku balik bertanya dengan santai.

"Bukan begitu bang, ya..tapi, gimana nih bang?'
Jawabnya lagi kebingungan.

Udah, jangan bingung-bingung, Abang urus segala syaratnya yang disini dan Adek urus yang disana, sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga Adek ya, besok pagi Abang telfon untuk melamar. Jawabku singkat dan aku mengatakan bahwa besok pagi aku akan melamar, tentunya melamar melalui telfon.

Keesokan harinya, selepas apel pagi, sesuai janjiku bahwa aku akan melamar, dan belum aku menelfon calon istriku menelfon terlebih dahulu.

Singkat cerita, tujuanku akhirnya terlaksana dengan lancar, walau yaaah sudah pasti pihak keluarganya pro dan kontra dengan sikap dan caraku yang memang aneh, bersyukur keluarganya bisa terima dengan caraku, dan aku hanya menjawab dengan tegas ketika keluarganya bertanya,

"Apakah kamu sudah yakin dengan tujuanmu akan menjadikan anak kami menjadi istrimu? Sementara kami tidak pernah kenal dan tak pernah ketemu denganmu?"

"Saya yakin dan sadar dengan niat saya, karena niat saya atas dasar nawaitu lillah, yaitu karena Alloh, maka saya yakin akan bahagia dengan putri bapak dan ibu, mohon restui kami. Jawabku dengan tegas.

Demikian jawabanku secara singkat meyakinkan mereka, Alhamdulillah akhirnya keluarga mereka merestui niatku untuk menikahi putrinya dengan cara yang sungguh aneh, tapi itulah aku, tidak suka bertele-tele.

Seminggu menjelang hari pernikahan, Alhamdulillah segala sesuatunya semua sudah siap, dan tentunya tidak ada yang namanya praweeding.

Setelah mendapat ijin dari kesatuanku dimana aku berdinas, aku berangkat dari Ranai ke Batam, karena tentunya aku sebagai lelaki harus bertanggung jawab dengan segala perbuatanku.

Aku ke Batam karena aku harus menyelesaikan permasalahan dengan tunanganku, aku memutuskan pertunanganku, sekaligus aku memberitahukan bahwa aku akan menikah.

Tentu saja hal itu tidak mudah, karena sejujurnya kami saling mencintai, namun semua ini aku lakukan demi kebaikan bersama, karena menikah itu tentunya ingin bahagia, bukan berarti aku tidak berjuang mempertahankan cinta, namun selalu saja mentok dengan prinsif yang menurutku konyol, dan akhirnya akulah saatnya yang mengambil keputusan.
Setibanya dibatam aku langsung menuju kerumahnya dan menemuinya

"Dek, maafkan Abang ya, mungkin ini jalan yang terbaik buat kita, tapi percayalah Abang mencintaimu, Abang sudah membuktikan 4 tahun memperjuangkan cinta kita, namun yaaah sepertinya tak kunjung mendapat jalan yang terbaik, Abang yakin, kelak Adek akan mendapat yang lebih baik, dan tentunya sesuai dengan pilihan orang tuamu,
Demikian aku berkata kepadanya.

''tidak, aku tidak mau la, Abang jahat, wa sayang Abang, pokoknya wa ikut abang'',

Tunanganku berteriak histeris begitu mendengar ucapanku yang datang hanya untuk memutuskan hubungan, bahkan aku akan menikah.

Abang jahat,...
Plaaak, beeeet...
Tunanganku berteriak, bahkan menepuk dan mencakar dadaku,

Saat itu aku hanya diam, membiarkan ia meluapkan amarahnya kepadaku.
Kedua orang tuanya hanya diam. Dan akhirnya aku berpamitan, kupeluk dan kucium dia untuk yang terakhir kalinya.

Sahabat pembaca kang Asep Hidayat semua, pasti bisa membayangkan, bagaimana perasaan aku dan dia saat itu, pedih perih merasuki hati dan jiwaku, aku melepas orang yang aku cintai, namun aku sebagai laki-laki harus bisa bersikap dan memutuskan, karena aku tak mau menderita serta menyakiti dalam waktu yang tak pernah tau akhirnya.

Aku melangkah dengan pasti menyongsong kebahagiaan dunia dan akhirat bersama wanita yang baru saja aku kenal, namun aku yakin karena aku memilih atas dasar petunjuk dariNya.

Singkat cerita, aku tiba dipekanbaru dirumah orang tuaku, jujur saat itu keluargaku belum tahu jika kepulanganku saat itu akan menikah, karena sebelumnya aku tidak pernah memberitahu.

Dipagi yang indah dan cerah, selesai sarapan bersama aku duduk bersantai di teras belakang rumah ummi, saat itu memang tengah berkumpul dirumah ummi, kakak dan adik-adikku pun berkumpul karena aku pulang.

"Tumben Yat kamu pulang mendadak gini, gak ngabarin, tiba-tiba saja muncul?"
Ummi bertanya kepadaku mengawali obrolan.

''hemmm, sebenarnya Dayat pulang ini 3 hari lagi Dayat mau nikah mi, mohon doa restunya ya mi",
Jawabku santai. Tentu saja jawabanku membuat semua keluarga kecilku terkejut.

"Heeey, jangan becanda kamu, dengan siap nikahnya?''
Tanya ummi dengan menatap tajam kepadaku.

"Dayat mau nikah sama Nunung mi, maafin Dayat ya mi gak ngabarin terlebih dahulu, karena memang semua ini tidaklah pakai rencana yang bagaimanakah. Jawabku.

"Yang serius Yat?, Lalu bagaimana dengan yang dibatam dan si Dewi?"
Sambung kakakku teh Nunung menyambung.

"Kalau yang dibatam sudah Dayat selesaikan teh, kalau masalah Dewi.. Dayat mohon maaf, sepertinya gak bisa teh, karena banyaklah yang Dayat pertimbangkan, nanti Dayat selesaikan juga.

Sedikit aku jelaskan siapa Dewi.
Dewi adalah putri dari sahabat bapak, yang pernah dijodohkan denganku oleh bapak sebelum beliau meninggal, namun rasanya tidak mungkin aku menikahinya, karena aku merasa tidak nyaman, dia teman kecil adik-adikku, dan banyak lagi pertimbangan ku.

Lanjut cerita.
''Ya udah kalau memang itu sudah menjadi keputusanmu, ummi dan saudaramu pasti merestuimu, tapi jadilah lelaki yang tegas dan tanggung jawab, jangan menyakiti anak orang.
Ucap ummi menerima dan memahami keputusanku.

H-2 pernikahanku, aku berangkat sendiri menuju daerah dimana calon istriku, dan keluarga kecilku menyusul esok harinya.

Singkat cerita, aku tiba di daerah calon istriku, aku sedikit terkejut setibanya disana, bagaimana tidak, disana sudah begitu ramai, janur kuning terpancang dan menghiasi rumah dan panggung, ratusan pasang mata tertuju kearahku seakan hendak mengulitiku, yaaah wajar saja semua aku terima, karena aku lelaki yang memang sudah keterlaluan, melamar dan mau menikahi putri dari keluarga besar yang terhormat hanya melalui telefon saja.

Aku disambut dengan meriah, tentunya saat itu aku belum tahu yang mana calon ibu mertua dan bapak mertuaku, apalagi yang lainnya..

Namun bukan Dayat namanya kalau tidak cuek dan berlagak tenang, aku dengan singkat bisa mencairkan suasana, bahkan keluarga besarnya merasa kagum dengan sikap dan keberanianku.

Keesokan harinya benar saja ummi ibuku yang aku sayangi tiba disana bersama ketiga adikku, dan akhirnya sore harinya aku akad nikah, Alhamdulillah semua berjalan lancar,

Aku kini jadi seorang suami, dari seorang istri yang jujur masih terasa asing dalam hidupku. Namun kebahagiaan itu ada dalam jiwaku, akhirnya aku hidup didunia nyata, tidak seperti sebelumnya, menjalin hubungan yang tidak pernah tahu arahnya.

Aku punya mertua, dan tentunya aku jadi menantu dalam keluarganya.
Aku bahagia, walau aku sendiri sesaat setelah berlangsung akad nikah, yang merubah statusku untuk selamanya, masih merasa tak percaya akan yang terjadi,

Malam setelah akad nikah, mulailah rangkaian resepsinya, aku mulai disandingkan bersama istriku, dikursi pelaminan yang letaknya diluar bangunan, atau tepatnya di teras depan, aku sedikit canggung saat itu, bagaimana tidak, mungkin ribuan pasang mata tertuju ke arah kami.

Disaat aku duduk bersanding menjadi bahan perhatian banyak orang saat itu, ada beberapa orang yang menurut pandangan mataku terlihat beda dan aneh, cara memandangnya kepadaku.

Dikerumunan banyak orang serta hilir mudiknya pengunjung, tak jauh dariku sekitar 10 meter dariku, berdiri seseorang menatapku dengan tajam,

Dia berdiri di bawah pohon jambu air yang tak begitu rimbun daunnya, dan dibawah pohon itu terlihat suasananya remang karena minimnya pencahayaan, sosok itu seorang pria tua, dengan menggunakan pakaian serba hitam,

Secara perlahan sosok itu mendekat ke arahku, namun aku tak melihat kapan ia berjalan mendekat, aku selalu saja menyadari setelah ia berubah posisi.

Astaghfirulloh,
Jantungku bukan saja berdebar saat itu, namun serasa berhenti berdetak begitu jelas aku melihat raut wajahnya, setelah jaraknya sangat dekat denganku, yang sebelunya aku fikir baju yang dipakai sosok itu berwarna hitam, ternyata memang hitam tapi karena hangus terbakar, sekujur tubuhnya sosok itu hitam bagai hangus terbakar, namun anehnya kedua matany berwarna putih semua.

Aku mulai mencium aroma bau sangit, dan saat itu aku menyadari bahwa kini aku berhadapan dengan mahluk tidak nyata,
Krieeek.....
Terasa bergoyang lantai pelaminanku saat itu ketika sosok itu mulai menjejakkan kakinya di podium atau lantai pelaminan, terdengar suara nafas ngoroknya, yang demi Alloh, aku tak kuat rasanya... karena sosok itu terus mendekat kepadaku...

Bang, Abang kenapa?
Tiba-tiba saja istriku menepuk pundakku, seraya menatapku dengan keheranan.

Eh...nggak kenapa-napa dek, jawabku singkat terkesiap tekejut karena aku tengah ketakutan, disaat itu tiba-tiba saja,

''udah dek, biarkan saja, jangan takut, dia tidak bisa menyentuh Adek"

Aku mendengar suara seseorang berbicara dari samping kananku, seketika aku palingkan wajah dan kuarahkan pandangan mataku ke asal sumber suara tersebut, dan ternyata itu bang Imran, beliau Babinsa yang bertugas di daerah itu, telah berdiri disampingku.

Melihat bang Imran berada di dekatku aku sedikit merasa lega, cuma pertanyaannya kok bisa tahu bang Imran jika aku dapat melihat hal demikian? Atau mungkin beliau satu frekuensi denganku. Fikirku berkecamuk.

Tiba-tiba saja sosok hitam menjulurkan tangannya hendak menggapai tanganku, tentu saja hal itu membuat aku semakin gemetaran, gawat nih, jangan sampai karena ketakutan aku sampai ngompol dipelaminan.

"Udah, diam saja dek jangan takut, biarkan saja dia nyentuh kamu dek biar dia kapok",
Kembali bang Imran menenangkanku.

Dan....
Gerrhhh...
Begitu tangan kering dan hitamnya menyentuh tangan sebelah kananku, tiba-tiba saja mahluk itu menjerit dan seketika menarik kembali tangannya,
Lalu dengan perlahan mahluk menyeramkan itu bergerak mundur menjauhiku dan... Menghilang begitu saja bagai tertiup angin.

Tentu saja kejadian yang baru saja aku alami selain membuat aku takut, sekaligus membuat aku merasa heran, kenapa mahluk itu menjerit seakan kepanasan dan ketakutan setelah menyentuh tanganku,

namun pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dalam fikiranku teralihkan oleh beberapa tamu yang memberi salam dan selamat kepada kami berdua, disamping itu bang Imran sang Babinsa yang baik hati itu dengan gagah tak pernah beranjak jauh dariku, seakan beliau menjagaku karena belia tahu ada sesuatu yang akan terus menggangguku jika ia tinggalkan.

Singkat cerita, acara resepsi pernikahankupun usai setelah beberapa hari pesta, lelah rasanya badan ini, yaaah yang namanya juga pesta,
namun aku sangat bahagia dan bersyukur karena semua berjalan dengan lancar, yang jelas mulai saat itulah aku sudah tidak bujangan lagi, aku sudah menjadi seorang imam dalam rumah tanggaku, yang harus bisa membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warohmah.

Sedikit aku ceritakan siapakah mahluk yang mendatangiku disaat dipelaminan, setelah acara pesta bang Imran menjelaskan kepadaku, bahwa sosok itu sebangsa jin kafir suruhan seseorang yang memang tidak suka jika mempelai menikah dan bahagia,

Namun bang Imran tak menjelaskan, siapa yang menyuruh mahluk itu untuk menggangguku, yang jelas ada seseorang yang suka terhadap istriku, namun istriku justru menikah denganku, atas dasar itulah seseorang itu bersekutu dengan sebangsa ijin untuk menggangguku agar acara pernikahanku hancur.

Bang Imran pun menjelaskan kenapa sosok itu menjerit dan ketakutan begitu menyentuhku?

Karena dalam diriku ada penjaga, serta bang Imran sudah terlebih dahulu memagariku dengan gaib, agar tidak ada mahluk jahat yang akan mencelakaiku. Demikian tuturnya. Wallohua'lam, hanya Alloh yang maha mengetahui dan hanya kepadaNya kita mohon perlindungan.

S E L E S A I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Cerita Terbaru Update