Notification

×

Kategori Berita

Cari Cerita

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Entri yang Diunggulkan

DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN

  Kang Asep Hidayat DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN By. Kang Asep Hidayat Assalamualaikum, salam sejahtera buat sahabat kang Asep Hidayat semua ...

Indeks Berita

Iklan

KISAH PENDAKIAN MERBABU

Selasa, 15 Desember 2020 | Desember 15, 2020 WIB Last Updated 2020-12-15T05:23:37Z

 

 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
Bismillahirahmanirahim,,
mohon maaf,ini ceritanya pendek ya,
In Sha Allah besok yang cerita panjang,,
-KISAH PENDAKIAN MERBABU-
by:iphend_aszikra
Kali ini saya mau membagikan cerita tentang pendaki gunung merbabu,yang dimana ada 2 orang,yang 1 ahirnya mau tinggal di sana,
kisa ini dari mas iphend alzikra tentang kisahnya saat mendaki di Merbabu.
Seperti apa kisahnya. Mari mulai ceritanya.
Waktu itu nanjak merbabu via wekas desa kaponan. Aku berdua bersama Ahmad Armani. Kami Naik motor memasuki gapura wekas sampai ke desa terakhir desa Ndakan, yang menjadi secret awal untuk simaksi.
Setelah sholat magrib kami mulai perjalanan dan start dimulai setelah kami berdoa minta ijin sesepuh desa dan ziarah makam desa tersebut yang berada diatas desa. Setelah persawahan warga, mulai memasuki pintu hutan pinus yang lebat menambah serunya malam itu.
Singkat cerita pos 1 yang dulu ada, sekarang sudah tidak ada lagi, kami lewati sampai ke pos 2. Sampai disitu baru kami istirahat untuk minum dan merokok sembari meluruskan kaki dan pinggang yang mulai letih karena beban carrier dengan jarak tertempuh selama 3jam lebih.
Waktu kami tiba di persimpangan gunung kukusan di atas tugu perbatasan, terasa angin membelai kencang, meniup dengan ganasnya. Ilalang dan semak belukar menjadi tepian jalur kami. Di sisi kanan kiri mulai ramai dengan sosok penampakan yang dari barisan kuntilanak bergelantungan,
pocong yang muncul dan hilang sesuka mereka. Tangan tangan yang bermunculan dari sisi kanan kiri serasa mau meraih kami.
Yang membuat lebih seru, dari atas bukit yang tidak begitu tinggi, dihadapan kami berdiri bocah kecil cekikikan sambil nunjuk kearah kami dan ngoceh.
"mas.. mas... ngopo podo mrene"
(mas.. mas... ngapain pada kesini).
Dan tiba tiba kepalanya patah menggelinding kearah kami. Kepala bocah itu gelundungan sambil cekikikan lalu hilang sebelum sampai didepan kakiku. Setelah tarik nafas dan baca istigfar kami istirahat dimana tepat bocah tadi berdiri.
buka carriel.
keluarkan kompor.
Nasting dan perangkat lain.
Akhirnya kami putuskan untuk membuat kopi sembari beristirahat dipuncak kukusan yang disitu kemiringan tanahnya tidak begitu curam. Hangatnya kopi, rokok dan juga cemilan untuk kembalikan energi.
Masih teringat fenomena bocah yang kepalanya gelindingan, tiba-tiba kang Armani berlari ke salah satu pohon yang bentuknya melengkung seakan pohon itu sedang ditindihi dengan beban berat. Pohon seukuran paha manusia ini ternyata jadi tempat duduk santainya nyai kembang.
Nyai kembang adalah sosok wanita berkebaya merah berkain batik coklat keemasan, wajahnya cantik, rambut disampingkan ke depan dengan berhias bunga kantil yang belum mekar.
Kemunculan nyai kembang ditandai dengan angin yang menebraskan wewangian bunga kamboja atau kantil.
Kang Armani menghampiri sosok itu dengan berdiri dengan tangan sedekap kedada kepala merunduk. interaksi mereka cukup lama sampai kopi kang Armani dingin. Setelah usai berinteraksi, kang Armani kembali duduk kemudian menyeruput kopi dan bercerita.
"Ada penglihatan di atas, sedikit lagi persimpangan triangulasi bro"
"Terus kenapa kang" jawabku
"Kalau mau melihat pendaki yang tidak pernah bisa keluar Dari dukuh (desa ghaib) disitu pintunya" jelas kang Armani
"Udah lah, orang udah mati kang, seandainya sukma mereka bisa dibawa ke dunia kita, itu juga mustahil kan"
"Iya, siapa tau betah di sana kamu, didukuh" sambil Ketawa ngakak kang Armani selesaikan pembicaraan yang tak karuan.
Sedikit kupas soal dukuh (desa alam ghaib) dimana kebanyakan pendaki nyasar kedalamnya dan tidak pernah bisa keluar kembali kecuali yang berhati suci.
Kebanyakan pendaki yang ada di dalam, mereka yang berbuat Salah, maksiat, takabur dan juga niatan buruk sebelum naik gunung ini.
Mendaki harus dilandasi ketulusan, Iman dan juga mental yang kuat.
Dukuh terbuka buat semua pendaki terutama pendaki yang arogan dan merasa sok hebat di alam rimba raya, yang merasa bisa menaklukan semesta dengan takaburnya diri.
(awas pendaki seperti ini, yang baca, besoknya hati-hati ya kalau naik gunung ).
Nyai Kembang hanya menunjukan jika kami mau melihat dukuh, kami Akan disambut sebagai selayaknya tamu. Tapi kami bertujuan untuk naik kepuncak, bukan naik gunung mampir makan ke rumah lelembut.
Setelah ngobrol usai, ngopi dan makan kelar kami bereskan perlengkapan untuk siap-siap melanjutan perjalanan yang masih lumayan panjang dan menantang. Karena masih harus tapaki simpang puncak Triangulasi dan juga meniti jembatan setan sebelum sujud di atas puncak kenteng songo.
Diceritakan sebelumnya jika kang Armani sempat berinteraksi dengan Nyai Kembang Salah satu penunggu lereng Merbabu yang menguasai desa ghaib yaitu Dukuh. Dan kami melanjutkan kembali perjalanan malam ini, malam yang terasa begitu lambat berganti,
dimana angin menerpa semakin kencang. Hawa mistisnya tempat ini dicampur dengan dinginnya embun malam menyusupi sendi-sendi raga kami.
Persimpangan puncak antara Triangulasi dan Kenteng songo terlihat tepat didepan kami, disini kembali keusilan dedemit mengusik perjalanan saya dan kang Armani. Meski angin bertiup kencang diarea terbuka ini tapi ada angin lain yang berputar-putar saja di atas kepala kami,
suara bising angin dan bisikan-bisikan bermunculan. Hanya ada satu bisikin yang jelas terdengar tapi lirih (gimana itu ngebayangin nya)
"Terus jalan lurus...terus jalan lurus" begitu bisikan itu terulang-ulang.
Sementara percabangan jalur yang dua arah tiba-tiba jadi satu arah jalur lurus yang terdapat seperti ada gapura yang samar tertutup kabut. Ku hentikan langkah lalu bilang ke kang Arman.
"Kang jalurnya berubah tu" sambil sorotkan senter kearah gapura didepan.
Kang Armani hanya senyum nyungging sambil bilang.
"Kita udah sampai bro, "Welcome to Dukuh" hahaha"
Aku hanya tersenyum kecut sambil keluarkan rokok dalam saku, dan tiba-taba perasaan gak enak banget boss, merinding di tengkuk leherku tebal banget.
Terdengar suara gemerincing dari belakangku dan aroma seketika menjadi bau bangkai yang sangat mengganggu hidung mungil ku,
Waktu aku menoleh kebelakang sosok pocong terbang pas kearah kami dan muka kami saling berhadapan yang jarak amat sangat dekat. Wajah kucel ku serasa hampir tersentuh sama wajah hancur nya pocong. Wajah yang hitam legam, kulit dengan dagingnya terkoyak dan terlihat jelas
tulang rahang, gigi juga tulang wajah sebagian. Matanya growong, biji mata nya tak ada lagi tapi keluar cahaya warna merah didalam nya.
Seketika nafas ku sesak ketika kami beradu pandang, hingga kang Armani menarik ku mundur menjauh agar tidak diludahi oleh pocong yang membusuk itu. Masih kami pandangi sosok ini yang gerakan kepalanya menoleh kearah kami namun gerakannya patah-patah
(tidak langsung menoleh kearah kami) asli jelasinnya susah.
Selang berapa lama dia terbang masuk ke gapura jalur itu lalu menghilang (jadi kalau Ada terdengar bunyi gemerincing seperti kunci banyak yang disatukan lalu di gerakan Akan keluar bunyi gemerincing,
sudah jelas pocong disekitar kalian)
Saat kami berdua masih setengah bego menatap kosong kearah hilang nya sosok pocong tadi dari kejauhan seperti ada sinar ke emasan terpancar, Ada sosok laki² berjalan. Setiap berjalan langkahnya memiliki aura kuat, kabut di samping sisi kanan kiri nya tersibak dengan sendirinya.
Semakin mendekat semakin meredup cahaya yang bersumber dari diri sosok itu, setelah jarak hanya berapa meter terlihat jelas seorang pria gagah mengenakan celana dan baju hitam dengan ikat kepala warna merah. Rambut panjang, wajah ganteng, namun terlihat taring disela bibirnya.
"saya kamituo di desa dukuh kembang, nyai sudah menunggu kedatangan aden berdua" Ucap sosok itu sambil menjelaskan,
dia adalah Salah satu punggawa desa tersebut dan Salah satu tetua jabatan dibawah pimpinan Nyai kembang.
"mari den, ikuti saja saya" Ucapnya buyarkan lamunan kami berdua.
Tak bisa menolak bahkan tubuh seakan tiba-tiba bergerak dengan sendirinya mengikuti punggawa Nyai kembang tanpa bisa berkata apa-apa.
Karena kami sudah masuk kedalam gapura yang bertuliskan aksara jawa yang tidak bisa saya baca, kami telah masuk ke dukuh kembang.
(karena tidak dapat diceritakan didalam sana maka saya lanjut di cerita perjalanan saja)
intinya didalam Dukuh itu banyak sekali pendaki di sana, ada ratusan bahkan bisa ribuan karena di salah satu depan rumah itu bergerombol puluhan pendaki, belum di aula desa, dan rumah-rumah lainnya, yang paling banyak berkumpul dipekarangan rumah kamituo (punggawa Nyai kembang)
Kami keluar dari Dukuh sekitaran tengah hari dan setelah dihitung kami didalam sana sudah dua hari dua malam sementara tidak begitu lama didalam Dukuh.
Yang aneh lagi waktu keluar dari Dukuh bukan ditempat kami masuk tapi keluar tepat dipuncak Syarif tanpa melewati watu tumpang Dan kenteng songo
Ya kami akhirnya sholat dipuncak setelah itu menikmati pemandangan Alam yang tetap Indah disiang hari. Ngobrol panjang lebar, herannya kami tidak merasa haus dan lapar padahal kami bertemu pendaki lain dan bertanya hari saat itu. sudah dua hari kami didalam alam lain.
Akhirnya kami putuskan untuk turun lintas jalur melalui jalur Selo karena di jalur ini selain Indah juga terdapat istana jin lain.
Singkat cerita aku dan kang Armani berpisah di sabana dua. Waktu itu di sabana berkabut dihiasi rintikan gerimis senja hari,
Aku turun sendiri lalu pulang dengan membawa rahasia yang aku emban seumur hidupku.
Dan cerita ini saya specialkan untuk sahabat saya kang Ahmad Armani yang sampai sekarang masih di atas Merbabu.
Mohon pembaca sekalian minta alfatihah-nya buat sahabat saya Kang Ahmad Armani.
Saya tidak dapat menjabarkan didalam Dukuh yang saya lihat dan kenapa kang Armani memilih tinggal di Merbabu. Semua itu karena sahabat saya berpesan untuk cukup saya saja yang faham akan pilihannya. Pihak keluarga ikhlas melepaskan karena kang Armani sempat pulang dan
menginap satu malam untuk menjelaskan pilihan dirinya waktu di malam ke 40hari.
Dunia itu pilihan, Kita cukup menghormati dan menghargai jika pilihan itu yang terbaik.
Demikian kisah saya
sekalian dan terimakasih
wassalam,,,,,,,,,,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Cerita Terbaru Update