Notification

×

Kategori Berita

Cari Cerita

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Entri yang Diunggulkan

DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN

  Kang Asep Hidayat DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN By. Kang Asep Hidayat Assalamualaikum, salam sejahtera buat sahabat kang Asep Hidayat semua ...

Indeks Berita

Iklan

TRAGEDI JEMBATAN TENGGARONG

Sabtu, 31 Oktober 2020 | Oktober 31, 2020 WIB Last Updated 2020-11-29T00:52:42Z

 

 
 
 
 
 
 
 



(TRAGEDI JEMBATAN TENGGARONG)
Chapter 1.
It's been a long day without you, my friend
 And I'll tell you all about it when I see you again 
Sekelumit kisah nyata dari Borneo.
Hi, i'm Wong ...
Rasanya begitu sulit mau menulis cerita ini, tapi seperti ada dorongan untuk menggerakkan jari jemari di tut PC ku. Apalagi ini seperti mengenang sesuatu yang sangat kelam sekaligus sangat berharga. Beberapa hari ini ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiran dan hatiku.
Bayangan seorang sahabat yang begitu melekat di memory ku seperti hadir kembali. Padahal aku mengenal beliau tidak begitu lama, namun keramahan beliau membuat hubungan itu seakan terasa lama. Saat ku tulis cerita ini, aku tahu ‘sang sahabat’ hadir bersamaku, meski kita sudah berbeda alam.
Bahkan yang bersama ‘dirimu’ pun turut hadir, mereka yang jadi korban, yang belum di temukan, yang hanya mengharapkan doa untuk jadi sempurna. Ah sudahlah, aku tak akan lupa denganmu kawan walau kita hanya beberapa kali bertemu.
Sabtu, 26 November 2011.
Pagi yang cerah… Seperti biasa, jam 7 pagi aku adalah orang pertama yang membuka toko yang terletak di jalan utama. Karyawanku satupun belum ada yang hadir saat itu. Memang biasanya mereka hadirnya jam 8 lewat sedikit. Sengaja hari itu aku hadir lebih pagi, karena harus merekap pengantaran barang untuk hari itu. Kebetulan juga hari itu lumayan orderan dari tim salesku.
Aku harus mengatur semua jadwal delivery hari itu. Pertama yang harus ku siapkan adalah rute pengiriman hari itu. Dimulai dari rute yang paling jauh hingga yang paling deket, agar waktu bisa lebih efektif dan efisien.
Tanpa terasa waktupun sudah menunjukkan pukul 8 teng. Terdengar suara pintu harmonica di gedor keras dari luar. “Akhirnya mereka datang juga” batinku. Setelah ku serahkan jadwal rute pengiriman ke kepala gudang, aku langsung kembali naik ke lantai 2, ke ruang kerja.
Akhirnya kurang lebih se-jam mereka selesai mempersiapkan semua kebutuhan pengiriman hari itu. Berangkatlah 2 unit armadaku mengantar semua pesanan para pelanggan. Rute hari itu paling jauh memang daerah Teluk Dalam (Tenggarong Sebrang - KalTim) dan sekitarnya.
Sementara waktu sudah menunjukkan pukul 10 lewat, menjelang siang. Kebetulan hari itu admin ku sedang ijin tidak masuk kerja. Ketika sedang asyik mengerjakan sesuatu di PC ku, mendadak ada suara yang menyapa di ujung tangga.
“Assalammualaikum bos, selamat pagi … ” suara itu menyapa dengan semangatnya. Agak sedikit terkejut langsung ku jawab “Waalaikumsalam, eh Pak Adi, darimana nih, pagi-pagi sudah kesini …”
“Habis dari rumah tadi, langsung meluncur kesini nah,” jawab pak Adi dengan ciri khas suaranya yang pelan. Sepintas ku lihat wajah beliau ada yang beda dari biasanya, terlihat pucat sekali. Baru saja mau ku tanyakan, langsung beliau malah bertanya lagi. “Oya bos, aku ada orderan nih 100 dus Teh P****, ada stok ga ya??” tanya beliau. “O … sebentar yo pak, wait, wait, ta cek stok dulu di system … ” jawabku sambil menggerakan jemari di tuts PC.
“Alhamdulillah ada pak, sekitar 150 an dus masih ada stok saya … ” kataku pada Pak Adi. “Yo wes aku ambil 100 dus aja, sesuai orderan orang, mobilku ga muat juga kalau terlalu banyak, soalnya hari ini jadwalnya jauh, ke Tenggarong.” Kata pak Adi dengan kalemnya.
“Sengaja aku berangkat pagi, supaya ga kesorean nanti pulangnya bos” tambah pak Adi. Setelah ku cetak nota dan terima pembayaran, Pak Adi langsung turun ke bawah untuk menerima barang pesanannya. “Terima kasih ya bos ” senyum pak Adi masih tetap dengan wajahnya yang pucat tadi. “Sama sama pak, hati-hati dijalan pak” kataku membalas, tanpa sempat kutanyakan hal yang aneh tadi, apa beliau sedang sakit atau apa? Jika sakit tapi badannya terlihat begitu segar bugar kok?
Pukul 4 sore, waktu terus berlalu. Hari masih tetap cerah, dengan terik mataharinya yang menembus ruangan kerjaku. Pengantaran rute yang jauh sudah kembali semua. Sisa 1 armada yang rute dalam kota yang belum kembali. Sementara itu karyawan yang di toko pada sibuk merapikan barang, sebagian lagi menyiapkan barang untuk pengantaran besok. Lalu aku, tetap disibukkan di depan PC dengan pekerjaan lain.
“Tuing … ” bunyi pesan BBM (zaman Blackberry masih jadi primadona). Masih tidak ku indahkan. “Tuing … tuing … tuing”, bunyi itu terus bersahutan. Aku yang sedari tadi fokus pada kerjaanku, mau tidak mau mencoba alihkan pandangan ke gawai tersebut.
“Innalillahi…” spontan terkejut ketika melihat isi berita di Grup BBMku. Seakan tak percaya aku coba segera menghidupkan TV. “Ya Allah ternyata memang benar … ” dalam hatiku mulai gelisah. Berita runtuhnya jembatan kebanggaan warga Kaltim menjadi hot topic hari itu. Aku berharap semoga tidak ada korban dari keluargaku dan juga orang-orang terdekatku. Dan berharap yang terbaik buat yang menjadi korban.
Aku hubungi semua keluarga terdekatku dan alhamdulillah semua baik. Selepas itu aku coba melanjutkan kembali ke pekerjaan dengan sedikit tenang, tapi tetap ku ikuti perkembangan berita itu. Hingga semua anak buah dan armada ku kembali ke toko dengan selama, aku pun bisa sedikit lega.
Menjelang maghrib tidak ada lagi kabar dari keluargaku yang berhubungan dengan musibah tersebut. Di rumah aku tetap masih melihat berita itu lalu lalang di TV nasional. Di forum sosmed juga ramai yang menginfokan. Entah kenapa ada perasaan yang kurang nyaman dengan musibah itu. Seperti ada sesuatu yang ada hubungannya dengan diriku. Tanpa terasa sambil menikmati tontonan, akupun terlelap dalam keheningan malam. Malah TV nya yang menonton diriku yang sedang tertidur.
__________________________________________________
*POV Pak Adi (korban)
“Mas ini orderanku, bisa muat sekarang?” kata ku dengan kepala gudang nya si bos. “Iya pak bisa, ayo teman-teman tolongi orderan bapak ini dulu dimuat dimobilnya…”kata kepala gudang. Tidak sampai 15 menit barang pesananku sudah siap. Aku pun pamitan dengan kepala gudang dan helper yang lain.
Selama dalam perjalanan agar tak jenuh sambil menikmati alunan music dari radio di mobil ku. Hingga akhirnya sampailah aku di jembatan kebanggaan masyarakat Kaltim, khususnya Tenggarong. Hari sudah mulai beranjak siang, terlihat ada beberapa aktivitas di jembatan tersebut.
Kondisi lalu lintas saat itu masih bisa dikatakan lancer, meski terlihat ramai dari hari biasanya. Rupanya ada maintenance dengan jembatan itu, terlihat beberapa petugas mengatur lalu lintas di sekitarnya agar tak menumpuk. Perlahan tapi pasti lalu lintas di jembatan bisa berjalan dengan normal.
Akhirnya tibalah aku di sebuah toko yang sudah memesan daganganku. Kebetulan aku kerja sendiri, jadi semua bongkar muat pun aku kerjakan sendiri. Setelah selesai bongkaran, akupun menerima pembayaran dari hasil kerjaku. Next rute aku tinggal menyelesaikan sisa-sisa orderan toko-toko kecil langgananku yang lain.
Pukul 3:15.
Tanpa terasa waktu sudah semakin sore. Akupun sudah mau kembali memasuki jembatan utama yang ku lalui tadi. Kali ini lalu lintas bergerak seperti kura-kura, sangat lambat. Aktivitas pekerja yang sedang melakukan kegiatan di jembatan tersebut belum juga rampung.
Banyak pengguna jalan yang tidak tertib karena ingin berusaha saling mendahului. Bisa ditebak akibatnya memperparah kemacetan saat itu. Terutama pengguna kendaraan roda dua. Mereka tidak lagi mengindahkan instruksi dari pengatur lalu lintas saat itu. Ditambah lagi terik matahari turut serta memanaskan suasana. Sementara aku dan pengguna jalan lain yang menggunakan roda empat, dengan terpaksa mengantri sesuai gerakan di depan kami.
Tiba-tiba …
Suara sesuatu yang begitu keras terdengar dari arah penghujung jembatan itu. Semua yang lagi berada di jembatan bisa dipastikan pada histeris ketakutan semua. Saat itu semuanya terjadi seperti angin, dalam sekejap aku dan yang ada diatas jembatan ikut terhempas ke bawah …
Aku pasrah dan yang ada dibayangan ku saat itu hanya senyuman sang istri dan tawa ceria anak-anakku …
ALLAHU AKBAR!!!
 
Keesokan paginya, berita mengenai tragedy itu jadi headlines disemua surat kabar dan TV nasional. Kebetulan hari ini tokoku libur. Aku bisa luangkan waktuku buat si kecil dan istriku. Sampai malampun kehebohan mengenai jembatan itu masih bersliweran di TV. Banyak yang menjadi korban, baik harta maupun nyawa. Jumlah korbannya pun masih simpang siur.
Hari Senin, pukul 8:00 pagi. Kali ini aku buka toko agak telat, malah para karyawan sudah menanti diluar toko. Semua kegiatan dilakukan seperti biasa. Mulai pemuatan barang, penerimaan barang hingga pengantaran. Sampai waktu menunjukkan pukul 10 lewat.
Kriiiinnnggg … Kriiiinnnggg … Kriiiinnnggg…
Suara telpon toko bordering berkali-kali. Aku langsung meraih telpon tersebut. Terdengar di ujung sana suara seorang wanita mengucap salam dengan nadanya yang terdengar sangat khawatir. “Assalammualaikum Pak, ini istrinya Pak Adi … ” suara wanita itu. Deg deg … pikiranku langsung tertuju pada beliau yang kemarin terakhir belanja dari tempatku.
“Pak … pak, Assalammualaikum …” kembali suara wanita itu menyadarkanku. “I … iya bu waalaikumsalam … ” jawabku agak kaget. “Bapak ga dapat kabar dari suami saya?” tanya istri Pak Adi dengan nada sangat cemas. “Lho kemarin sabtu ada belanja di toko saya Bu,” jawabku.
“Iya bener pak, memang ada ngomong ke saya kalau mau belanja ke toko bapak, tapi sampai hari ini belum ada pulang” suara itu tambah gelisah. “Saya takutnya suami saya jadi korban pak ” suara Ibu itu agak terisak.
Aku langsung memotong suara itu “mudahan tidak ya Bu, mudahan beliau baik-baik saja …” aku berusaha menghibur istri Pak Adi padahal ada rasa cemas juga dalam diri ini.
Saat itu juga aku berharap Pak Adi benar-benar tidak menjadi korban. “Mudahan ya Pak, saya khawatir, anak-anak juga sudah menanyakan terus…” jawab ibu itu. “Iya Bu, mudahan baik semua…” jawabku. “Terima kasih ya Pak, Assalammualaikum” tutup ibu itu. “Sama sama Bu, Waalaikumsalam…” jawabku. Perasaanku mulai ga enak, sejak kemarin ada rasa was was yang terus menghantui.
Selang sejam kemudian kembali bunyi telpon berdering. Kali ini suara itu berasal dari teman sekaligus langganan toko juga. Sebut saja namanya Joko. Joko ini adalah mantan bawahan dari Pak Adi dulunya. Dan sekarang dia membuka usaha sendiri, yaitu kanvasan keliling.
“Assalammualaikum bos…” suara si Joko begitu keras. “Waalaikumsalam, ada apa Jok, order barangkah?” tanyaku. “Ga bos, sudah dengar kabar belum?” tanya Joko terdengar begitu serius. “Hah kabar apa Jok?” tanyaku balik, mulai bertambah was-was. “Pak Adi jadi korban jembatan, jenazahnya sudah ditemukan, sekarang dalam perjalanan ke Samarinda, habis dzuhur beliau dikebumikan…” kata Joko.
Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi, rasanya ga percaya kabar yang ku terima. Suara di Hp tadi tidak ku hiraukan lagi. Suara itu langsung off dengan sendirinya. Aku masih membayangkan wajah beliau yang begitu kalem dan sendu. Walau aku belum lama mengenal beliau, tapi pertemuan itu sangat berkesan bagiku.
Sedikit banyak aku tahu mengenai beliau dari si Joko, karena beliau mantan atasannya. Pak Adi ini katanya, orangnya sangat pendiam, tidak banyak bicara, tidak pernah marah, selalu melindungi dan memperjuangkan bawahannya.
Semua hanya tinggal kenangan … selamat jalan sobat, semoga engkau mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya. Fatiha 4 buatmu serta korban-korban yang lain. Amin.
Jodoh, maut, rezeki tidak ada yang tau pasti, semua adalah hak Allah. Hari ini kita bisa bertemu dengan sahabat, bercanda bahkan terkadang secara tak sengaja menyakiti. Kita ga akan pernah tau takdir kita. Semoga kelak kita di pertemukan kembali di Jannah-Nya.
Maret 2017.
Enam tahun telah berlalu dan jembatan itu telah banyak berubah. Sekarang jembatan itu terlihat lebih baik dari sebelumnya. Walau jembatan itu sudah berubah posisinya, tetap aku tak berani ke Kota Raja semenjak kejadian itu.
Meskipun aku tidak mengalami langsung, tapi rasa trauma itu seperti aku ikut merasakannya juga. Namun karena hari ini ada agenda keluarga besarku untuk ziarah dan liburan ke museum di kota tersebut, mau tak mau aku harus ikut.
Semalam sebelum berangkat keluarga sudah berkumpul di rumah saudara ku yang tertua. Besok di kota raja rute kami adalah ke museum, ke makam kelambu kuning dan terakhir adalah ke makam Abu Tholah, seorang ulama ternama di kota itu. Saudaraku dan istrinya sudah mendapat amanat bahwa kita sekeluarga sudah di tunggu oleh ‘pedatuan’ (leluhur) di Kota Raja. Dan ada kejutan special yang sedang menantiku disana.
Aku yang mendengar kata kejutan kok merasa bukan hal yang menyenangkan ataupun mengejutkan sepertinya. Apalagi aku sudah mengetahui mengenai hal-hal mistis di kota raja tersebut. Aku merasa yakin pasti ada ‘something’ nih dalam hatiku. “Ah masa bodoh dah” batinku.
Memang didalam keluarga, aku yang belum pernah ziarah dan ke museum pedatuan di kota raja. Apalagi dalam keluarga, aku yang paling mucil dan tidak mudah percaya dengan hal-hal berbau mistis.
Akhirnya kesempatan itu benar-benar datang. Hari-H nya, yaitu hari minggu, aku lupa tanggal berapa waktu itu. Start dari rumah saudaraku, aku sudah merasa ada sesuatu yang ganjil. Hal itu ditandai dengan meriga(cegukan) ku yang tidak seperti orang yang pada umumnya.
Baru saja tiba di rumah saudara ku untuk berkumpul bersiap-siap berangkat, aku sudah mulai merasa aneh sendiri. Iparku dan keponakan ku yang lain cuma senyum-senyum melihat tingkahku. Akupun pura-pura cuek seolah-olah tidak ada apa-apa.Yakin mereka yang tersenyum itu sudah melihat ‘sesuatu’ yang ganjil pada diriku.
Kami menggunakan 3 mobil, termasuk mobilku pribadi. Di mobil berisi adik iparku, sang mediator (Karyo) dan ponakanku. Sepanjang perjalanan kami tidak mengalami hambatan yang berarti.
Begitu mulai memasuki jembatan yang baru itu, aku makin ga karuan rasanya dalam tubuh. Auranya semakin terasa beda. Dibelakang tubuhku serasa hangat dan pegal-pegal. Tanpa sengaja tangan kanan seperti bergerak dengan sendirinya melambai lambai di kaca jendela mobil. Seperti sedang melambaikan pada seseorang. Aku makin bingung entah kenapa bisa begini.
Aku yang tidak mengerti soal gaib,mencoba bertanya pada si Abang ponakanku yang duduk disebelah. Dengan senyum-senyum dia jawab “ga pa pa om, mereka cuma mau kenalan … ”
“WHAT?? Mereka??? Berarti banyak dong … ” dalam batinku. “Beneran bang, capek nah om dari tadi sepanjang jalan, begini terus” kataku. “Iya om mereka ga niat jahat kok, mereka senang kita hadir di kota ini…” sahut ponakanku.
Aku teruskan saja perjalanan, berusaha cuek tapi tetap tangan kanan ini tidak mau diam. Nafasku pun mulai terasa tak beraturan, naik turun ga jelas. Aku berusaha normal kan semua, tetap ga bisa.
Sampai penghujung jembatan baru tanganku kembali normal. Nafasku pun mulai teratur, tapi dibelakangku belum ada perubahan. Sementara sang ponakan dan keluarga ku yang duduk di jok belakang hanya tertawa melihat tingkahku.
Sampai depan museum kami sudah di sambut oleh sebuah patung Lembu Swana, Lambang Kesultanan Kutai, dibuat di Birma pada tahun 1850. Patung ini di yakini sebagai kendaraan tunggangan Batara Guru, nama lainnya adalah Paksi Liman Janggo Yoksi, yakni Lembu yang bermuka gajah, bersayap burung, bertanduk seperti sapi, bertaji dan berkukuh seperti ayam jantan, berkepala raksasa dilengkapi pula dengan berbagai jenis ragam hias yang menjadikan patung ini terlihat indah.
Kejadian aneh di jembatan tadi kembali lagi ku alami. Aku berusaha kendalikan agar tidak dilihat orang yang kebetulan hari itu ada beberapa pengunjung juga. Aku merasa sibuk dan aneh sendiri. Mulai memasuki museum, semakin kental nuansa mistisnya. Kami sekeluarga memulainya dari singgasana atau tempat duduk sang raja. Disitu aku sudah merasa ada yang ganjil.
Aku seakan tak percaya apa yang kulihat. “Ah perasaanku aja nih, tapi kok bisa ada seseorang yang duduk di kursi itu, lengkap dengan pakaian kebesarannya…” dalam hatiku berkecamuk. “Nah ham kenapa gambar itu tersenyum pula, ga salah lihat nih??” aku langsung mengalihkan pandanganku, seolah-olah aku tidak melihat apa apa.
Lanjut ke ruang berikutnya yang terdapat ranjang tidur sang raja. Hawanya tak berubah malah ada sesosok yang tak begitu jelas sedang berbaring di ranjang tersebut, tapi membelakangi kami yang melihatnya. Aneh, apa hanya aku saja yang melihatnya?
Selanjutnya adalah ruangan bawah tanah, tempat koleksi guci pada zaman dahulu. Auranya semakin bertambah tidak enak. Pengap panas di tambah lagi dengan penerangan yang tidak maksimal menambah kesan yang cukup spooky. Hanya beberapa menit di ruangan bawah, tidak semuanya sempat kami kelilingi khusus ruangan ini, karena hawa yang di rasakan sangat bertentangan dengan keluarga kami.
Singkat cerita setelah melalui museum dan makam yang ada di area museum tersebut kamipun melanjutkan ke Makam Kelambu Kuning. Setelah dari makam tersebut, rute kami selanjutnya adalah Makam seorang alim ulama yang terkenal di kota tersebut, yaitu Datuk Abu Tholah. Aku yang mengikuti semua proses liburan kali ini, hanya diam dan mencoba memahami arti semua ini. Apa hubungan dengan keluarga kami dan para pedatuan yang kami ziarahi.
Sepulang dari Tenggarong, tidak ada lagi kejadian yang aneh. Hanya jembatan itu aja yang selalu merasa seperti ada yang menyambutku. Malamnya barulah aku merasakan efek dari perjalanan religi tersebut. Salah satunya adalah saat beberapa korban dan sahabat ku Pak Adi hadir di rumahku.
Saat aku lagi memainkan PC ku. Tiba-tiba semua bulu kuduk merinding. Awalnya tidak ada yang aneh, namun lama kelamaan aku merasa kok sepertinya ada yang memperhatikan aku dari arah belakang. Aku coba tak pedulikan, tapi makin lama ditengkuk leherku semakin terasa hangat. Merembet perlahan lahan dari atas badan sampai ke lengan.
Sekejap secara jelas dalam visi ku melihat mereka, aku seperti mengalami suatu kejadian sewaktu aku melalui jembatan itu. Melihat mereka sedang berdiri di sepanjangan jembatan itu diwaktu lewat siang itu. Mereka ada yang tersenyum, ada juga yang sedih, ada yang marah, ada yang menangis, dan ada juga yang tertawa. Berbagai ekspresi mereka tunjukkan.
Ada yang melambaikan tangan, dan ada yang sedang menengadahkan tangannya, seperti memohon doa. Sampai usai penglihatanku ke ujung jembatan itu, tanpa terasa ketika tersadar air mataku menetes dengan sendirinya.Terus air mata ini bercucuran mengingat ‘mereka’.
Seakan-akan mereka juga mengingatkan ku akan arti kehidupan selanjutnya. “Ya Allah, maaf kan aku, ampuni aku ya Rabb … ” dalam hatiku berdoa, merasa diri ini sangat jauh dari rasa bersyukur, merasa diri ini paling hina dan penuh dosa.
‘Sahabatku’ hanya tersenyum dan ia semakin menjauh. Segera ku bacakan Fateha 4 buat sahabat dan ‘mereka’ yang telah hadir ketika ku menulis cerita ini dan juga menjadi korban tragedi jembatan itu. Hingga hari ini masih banyak korban yang tidak ditemukan jasadnya. Begitu juga beberapa kendaraan yang tak mampu di angkat ke daratan. Semua sudah rencana yang terbaik dari Yang Punya Hidup.
“Hidup itu adalah anugrah yang sepantasnya kita syukuri. Matahari akan terbit dan tengelam, begitu juga kehidupan, harta, tahta, dan semua yang telah dititipkan pada kita, PASTI akan kita tinggalkan. Sahabat itu seperti bintang, tak selalu tampak tapi akan selalu ada. Selamat jalan Sobat.”
Semoga mendapatkan tempat yang terbaik di sisi-Nya & di ampuni dosa-dosanya.
Amin. Wassalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Cerita Terbaru Update