Notification

×

Kategori Berita

Cari Cerita

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Entri yang Diunggulkan

DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN

  Kang Asep Hidayat DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN By. Kang Asep Hidayat Assalamualaikum, salam sejahtera buat sahabat kang Asep Hidayat semua ...

Indeks Berita

Iklan

Malam berliku coban kethak

Sabtu, 14 November 2020 | November 14, 2020 WIB Last Updated 2020-11-14T00:32:51Z

 Cerita oleh @bayuuubiruuu on twitter











Malam yang pekat berselimut hawa dingin pegunungan, jalan berkelok curam menyimpan sedikit kenangan. "Coban Kethak"
-Short Thread- [based on true story]

--------
Malang, tahun 2010
Siska ialah salah satu mahasiswi perguruan tinggi swasta yg terkemuka di Malang, dia sendiri saat itu tercatat sebagai mahasiswi semester tingkat akhir. Jadi perihal untuk pulang pergi ke rumah semakin sering.
Hal itu juga menjadi kebiasaanya tiap minggu atau jam perkuliahan sedang kosong. Padahal rumah Siska berada disalah satu kabupaten dipesisir utara Jawa timur, jarak yang jauh memang tapi tak menyurutkan kebiasaanya untuk sering pulang pergi.
Diminggu yang membosankan, kebetulan hari rabu waktu bangku perkuliahan kosong dia pulang.
Sewaktu dirumah, Siska kegiatannya bersantai ria. ia hanya rebahan dikamar menikmati suasana nyaman dirumah dan istirahat melepas kepenatan dikampus.
Sebenarnya Siska saat itu sedang melepas kenangan-kenangan indah waktu bersama pacarnya, Gadis cantik yang baru saja putus dengan sang kekasih karena baru saja mengetahui cowoknya selingkuh didepan matanya. Waktu dirumah ia sering mengunci diri dalam kamarnya,
ingatan yang menyesakkan Siska masih membekas sangat dalam dilubuk hatinya. Dalam angan-angannya asam manis cinta bersama do'i yang sudah lama dan melekat erat dalam pikirannya susah terhapus.
Entah sampai kapan mahasiswi cantik ini, tak lekang atas kungkungan cintanya selama ini kepada sang mantan. Pikiran pun ia bolak balik waktu rebahan dikamar, tapi hati tetap ambyar dan tetap tak ada solusi mengobati hati.
Mata merahnya masih sembab bekas deraian air mata seharian, Siska hanya melakukan kegiatan itu-itu saja dikamarnya. kalau tak pegang HP, ya membuka buku dan foto kenangan bersama sang mantan. Hingga kegiatan itu terhenti disaat adzan Isya berkumandang.
Selepas shalat isya', siska kembali terlentang dan kembali bersedih sambil memeluk guling kesayangannya, tiba-tiba siska merasakan ada getaran HP dari dibed merahnya.
"Dreeeettt...dreeettt" Getaran HP Siska dan lampu kelap kelip yang terus menerus tak mau berhenti.
Siska melihat di layar HPnya ada sebuah pesan masuk dan panggilan yang tak berhenti dari temannya cowok. dia yang tahu akan panggilan penting dengan cepat siska mengambil Hpnya tersebut dan mengangkat telp, tapi waktu diangkat panggilan itu dimatikan.
"Sialan si bento" Gumam Siska yang semakin kesal sambil membuka isi pesan singkat dalam HP nya.
"Sis...mene pak Antok onok nang kampus, aku arep melu bimbingan skripsi mene isuk. awakmu melok opo gak mene isuk?"
(Sis...besok pak Anton ada dikampus, aku mau ikut bimbingan skripsi besok. Kamu ikut apa tidak besok pagi)" Pesan SMS dari Beni, teman satu jurusan dan satu kota dengan Siska.
Waktu hari Rabu siang kemarin mereka memang sama-sama pulang bersama.
Tapi Beni naik motor sendirian sampai rumah sedang Siska naik Bis.
"Teros awakmu kapan balek nang Malang Ben" (Terus kamu kapan balik ke Malang Ben?) Jawab Siska melalui SMS
"Sak iki sis" (Sekarang, Sis)
"Hah Sak iki??? wes jam piro iki Ben" (Hah sekarang???sudah jam berapa ini Ben)
"Bahno, timbangane mene isuk telat. mendingan sak iki budale, aku dewe ora sudi dadi mahasiswa abadi Sis"
(Biarin, dari pada besok pagi telat.
Mendingan sekarang berangkatnya, Aku juga gak mau jadi mahasiswa abadi Sis")
"Masalae aku gak enek seng ngeterno Ben, nek balik sak iki" (Masalahnya aku gak ada yang nganter Ben, kalau balik sekarang!)
"Wes ngerti ndoro putri!!! iki kaet maeng aku wes ndok ngarep gerbang omahmu" (Sudah tau tuan putri!!! ini dari tadi aku sudah didepan gerbang rumahmu!)
"Sialan, dasar jomblo karatan"
"Rewel ae" (Bawel)
Hp siska langsung ditutup dan ditaruh dibed tidurnya, Siska langsung bangkit berdiri dan beranjak dari kamar tidurnya, sambil berjalan ia membetulkan pakaian dan rambutnya yang acak-acakan dan berhenti sejenak didepan kaca riasnya.
Selesai itu, Siska keluar kamar dan menuju kamar mandi untuk cuci muka dan berwudhu. Merasa wajahnya sudah segar Siska keluar dan berjalan melewati ruang tengah, ruangan tengah itu masih ada ibu dan adik perempuannya yang sedang nonton TV berdua.
"Arep nang ndi nduk" (Mau kemana nduk?) Tanya ibunya sambil memegang remot TV
"Ten ngajeng buk ,wonten Beni" (Kedepan bu, itu ada Beni)
"Kongkon melbu wae nduk, dungaren bengi-bengi mampir mrene" (Suruh masuk saja nduk, tumben malam-malam mampir kesini).
"Bade ngejak bali ten Malang sak niki bu larene" (Mau ngajak balik ke malang sekarang bu anaknya). Jawab Siska sambil berjalan keluar rumah
Siska berjalan dengan cemberut hingga tak sadar pintu demi pintu ia buka.
beberapa puluh langkah akhirnya Siska sampai di gerbang depan rumahnya. Siska melihat Beni sedang duduk sendirian diatas motornya, sedangkan pandangan Beni dari dalam helm hanya tersenyum puas dengan menggoda Siska.
Klak...klak...suara kunci gerbang yang dibuka Siska.
"lapo ngguya ngguyu? seneng delok aku sedih" (Kenapa senyum-senyum, seneng lihat aku sedih)
"Eh lah dalah Sis, kaet ketemu wes nggondok maneh!!! ya wes aku langsung cabut neng Malang iki" (eh lah dalah Sis baru ketemu udah ngambek, ya sudah aku langsung cabut kemalang ini)
"Ojo Ben, ngono ae dilebokno ati. ayo melbu sek" (Jangan Ben, gitu saja dimasukin ke hati. yuk masuk dulu)
Mereka yang sudah dewasa menyadari akan watak masing - masing, sebab mereka juga berteman sejak SMA juga. dan sering pulang pergi bersama waktu kuliah di Malang.
Tanpa menunggu waktu lama mereka berdua pun mulai masuk gerbang rumah, sebelum itu Beni memarkirkan motornya terlebih dahulu. Sedang Siska berjalan ngeloyor sendirian hingga duduk diteras rumahnya terlebih dahulu.
Ibu Siska yang penasaran akan kedatangan Beni ikut keluar rumah juga. beliau juga menyambut kedatangan Beni malam itu. Sebab sang ibu sedikit curiga karena tak biasa Beni berkunjung malam-malam, dalam hatinya ingin memastikan apa yang terjadi pada mereka berdua.
Sewaktu mereka sudah duduk bertiga dikursi teras, Beni menjelaskan perihal tujuannya balik ke malang malam-malam kepada sang ibunda. Ibu siska yang sudah lama mengenal Beni memahami apa yang jadi keinginan teman anaknya ini.
Pada dasarnya seluruh keluarganya Beni juga kenal orang tua Siska. Dengan pertimbangan kedua keluarga yang sudah saling mengenal, ibuk Siska malam itu mengambil keputusan. Sang ibu yang pengertian malam itu menyuruh putri sulungnya untuk berangkat bareng bersama Beni.
Kebetulan malam itu ayah dan kakak laki-laki Siska sedang tidak berada dirumah. Dari pada Siska menunggu ayah dan kakaknya yang tak tahu pulanganya, lebih baik Siska berangkat sama Beni sekarang juga.
Sehabis mendapat ijin dari ibunda, Siska pun pamit kembali masuk kerumah, dia berjalan dengan cepat hingga masuk kekamar. Didalam kamar Kebiasaan siska memang selalu agak lambat kalau persiapan dan ganti baju, apalagi saat itu dia masih bersedih.
Kesedihan berhari-hari yang ia tutupi dari keluarganya membuat persiapan Siska menjadi tambah lama, kegelisahan hatinya itu ia pendam hingga ibunya sendiri pun tak tahu saat Siska sedih dirumah.
Perasaan yang masih kacau Siska malam itu membuat ia agak asal-asalan waktu berkemas dan berkali-kali ia terhenti dan duduk dibednya waktu mau berangkat. Merasa lama akan kedatangan Siska, ibunya yang sudah tak sabar datang pergi menghampiri anaknya dikamar.
Ibunya langsung serta ikut duduk berjajar di bed dan memandang anak kesayangannya
"Ayo nduk, ojo sui-sui. Sakno Beni ngenteni nag ngarep." (Ayo nduk, jangan lama-lama. kasian Beni nunggu didepan!" ucap sang ibu, sambil membelai rambut hitam panjang anaknya
"Nggih bu, niki sampun mantun" (Iya buk, ini sudah kelar) Jawab Siska dengan mengancing resleting tas ranselnya.
Siska yang sudah ganti baju dan memegang tas ransel, berganti bersalaman untuk pamitan dengan ibunya.
Restu pun didapat, Ia bergegas berjalan keluar diikuti ibu dan adiknya dari belakang. Sampai diluar rumah ia melihat Beni yang duduk sendirian sudah menguap.
"hoaaaohhh"
"Ayo ben, sido opo ora". (ayo ben, jadi apa tidak?"
"Iya...ayuk"
Beni pun mulai berdiri, terus berjalan dan meraih tangan ibu siska untuk bersalaman,"Kulo pamit rumiyen buk, nggih" (Saya pamit dulu bu, ya). "Ya Ben, ati-ati nang dalan ojo ngebut nang dalan" (Ya. Ben, hati-hati dijalan jangan ngebut dijalan)
"Nggih bu" (Ya bu). Selepas berpamitan Beni langsung mengambil motor yang sudah siap dihalaman rumah Siska. Malam itu mereka berdua berangkat, perjalanan pun dimulai. Perjalanan dari utara pulau Jawa keselatan memang cukup jauh, tapi malam itu mereka wajib berangkat.
Dalam perjalanan sendiri hampir setiap satu jam lebih Siska selalu meminta untuk istirahat. Entah apa yang terjadi dengannya malam itu, entah sudah ngantuk, payah atau masih kepikiran dengan mantannya Beni sendiri tidak tahu.
Hingga sekitar jam sebelas lebih mereka berdua sudah mulai memasuki kecamatan kandangan. siska yang mulai capek, ia merengek minta berhenti untuk membeli minum dan istirahat sejenak disebuah toko. Selesai minum air mineral mereka berdua duduk lesehan selonjoran diatas paving.
Mereka yang berada didepan sebuah toko terlihat sangat capek dan lemas. Mereka yang duduk berdua lama terdiam mulai bicara.
"Sek Sis, leren nang kene disek ya. kesel nemen rasane gegerku" (Sebentar Sis, istirahat sini dulu yah. Capek banget rasanya punggungku). Ucap Beni
"Yo Ben, aku yo kesel kabeh awakku. Tapi bengi iki rasane kok hawane gak enak yo Ben" (Ya Ben, aku juga capek semua badanku. Tapi malam ini rasanya kok hawanya nggak enak ya?) Terang siska sambil kepalanya menengok kekanan kekiri.
"Iku perasaanmu ae sis, mari putus yo ngunu mesti galau" (itu perasaanmu saja sis, habis putus ya begitu pasti galau) bantah Beni yang ingin meredam kegelisahan Siska
"Duduk Ben, duduk masalah iku. Koyok enek seng bedo ae bengi iki, rosone gak enak ae"
(bukan ben, bukan malalah itu. Kayak ada yang beda saja malam ini perasaanku. rasanya gak enak saja)
"Ya mesti gak enak Sis, awakmu dikarepi kaet mbiyen ora tau ngerti" (Ya mesti tidak enak sis, kamu yang ku inginkan dari dulu tidak pernah mengerti).
"Halah gombal koe Ben, pacarmu arep kok geleh endi maneh seng ben mbengi teko gonta ganti cewek neng kosmu iku. Aku arep kok koleksi dadi nomer piro hah" (Halah gombal kamu Ben, Pacarmu mau kamu taruh dimana yang tiap malam datang gonta ganti cewek dikosmu.
aku mau kamu koleksi jadi nomor berapa hah). Tegas siska sambil memukul kecil pundak Beni
"Hahaha...konangan! wes sis ojok terusno, isin aku" (hahaha, ketahuan sudah sis malu aku). Jawab Beni dengan menutup mulutnya saat tertawa
Sekian puluh menit mereka istirahat duduk selonjoran diemperan toko, rasa letih sudah mulai berkurang.
Begitu juga Pandangan mata Beni mulai tajam kembali, rasa kantuk juga berkurang. Dirasa sudah fit, Beni mengajak Siska untuk melanjutan perjalanan.
"Ayo sis budal. Wes bengi iki" (Ayo sis berangkat) Ajak Beni sambil mulai bangkit dari duduknya.
"Ayok, ancen wes lewat jam rolas geblek. Gak bengi kate piye" (ayok, memang sudah lewat jam dua belas geblek. tidak malam mau gimana) gerutu siska yang ikut bangkit untuk berdiri.
Mereka yang sudah boncengan keluar dari parkiran toko, dan memulai perjalanan kembali. baru berjalan sebentar motor mereka sudah memasuki wilayah Kec. Kesembon, Kecamatan yang sudah masuk di kab. Malang.
Perasaan Siska malam itu semakin gelisah dan ia merasa ada sesuatu yang tak enak dari biasanya. Saat sudah agak jauh dari perbatasan kecamatan, mereka hanya berdua dijalanan itu.
Jalan yang mulai berliku mulai terasa bagi Beni begitu juga udara malam di jalanan itu. Dinginnya malam Jum'at dijalanan antar kabupaten mulai menusuk kulit dan perlahan menembus jaket mereka berdua. Tanjakan dan turunan jalan pegunungan mulai ikut menemani perjalanan mereka.
Diwaktu tengah malam, jalanan yang mereka lewati membuat malam menjadi gelap pekat. Hanya lampu motor Beni sebagai satu-satunya penerangan mereka.
Semakin jauh mereka berjalan, ternyata malam itu tetap hanya mereka berdua yang naik motor diatas jalanan yang sepi dan gelap.
Selebihnya tidak ada kendaraan lain yang mendahului atau dibelakangnya mereka.
Semakin lama, semakin terasa udara pegunungan bercampur kabut yang turun. Udara yang semakin terasa dingin karena tabrakan angin bercampur embun kabut dengan tubuh mereka.
Angin yang menjadi dingin itu mereka peroleh dari kecepatan motor Beni, Meski tubuh mereka berdua sudah berbalut jaket tebal. Udara dingin itu juga lama kelamaan membuat bulu kuduk mereka perlahan ikut naik, dan perasaan siska semakin panik dan gelisah.
Setelah sekian lama motor Beni yang berjalan sendirian meliuk - liuk mengikuti jalanan yang gelap akhirnya melihat plakat tanda masuk ke sebuah desa bernama Pait yang berada dikiri jalan.
Dalam perjalanan yang selama itu mereka berdua hanya diam, karena kecepatan motor sudah dipacu dengan kencang. Mau bicara pun susah untuk terdengar. Tapi semenjak melihat perkampungan Beni menurunkan kecepatan.
Beni berbuat seperti itu untuk menurunkan tensi dinginnya udara dipegunungan yang menyapu tubuhnya. Motor yang berjalan pelan dimanfaatkan oleh Beni untuk menghibur Siska dibelakangnya, Beni melakukan hal itu agar Siska tak sedih dan ngantuk waktu dibonceng.
Beni menoleh kebelakang, dan mendapati Siska yang tetap manyun. Kali ini Beni mulai membuka omongan...
"Sis, neng dalanan daerah kene saktemene nggone angker (Sis, dijalanan daerah sini sebenarnya tempatnya angker) Goda Beni, agak pikiran Siska tidak kosong.
"Opo-opoan awakmu Ben, ojok cerita ngunu ah. Wes bengi iki" (Apa-apaan kamu ben, jangan cerita giu ah! sudah malam ini)
"Ya elah, temenan iki Sis. Salah sijine enek panggonan air terjun neng Deso iki tepate neng pinggir dalan, uapik nggone sis nek awan. Isek alami"
(ya elah beneran sis, didesa ini ada tempat air terjun dipinggir jalan, buagus tempatnya sis kalau siang. Masih alami.) ucap Beni serius
FYI. ditahun 2010 coban kethak belum dibuka, dan masih berupa air terjun alami yang menyatu dengan hutan.
Sebenarnya air terjun didesa ini banyak orang luar yang belum tahu, meski sebagian orang tiap hari lewat daerah sini. Padahal posisinya tepat disamping kiri jalan.
"Mosok???, awakmu kok ngerti" (Masak???, kamu kok tau?)
"Yo eruhlah, aku kan due konco daerah kene Sis" (Ya taulah, aku kan punya teman dari daerah sini)
"Serius Ben, aku sak munu suene liwat dalan daerah kene gak eruh nek neng kene enek air terjun"
(Serius ben, aku sebegitu lamanya lewat jalan daerah ini kok nggak pernah tahu kalau disini ada air terjun?"
"Iyo memang, mek warga kampung sekitar tok seng ngerti Sis. Soale ndek air terjun iki jek akeh kethek'e ambek kewan-kewan liar.
kewan - kewan kabeh seng urip neng daerah kene ngombene karo doalanane yo nang air terjun iki" (Iya memang, hanya warga kampung saja yang tahu. Soalnya di air terjun ini banyak keranya, hewan-hewan liar.
Hewan-hewan semuanya yang hidup didaerah sini minumnya sama bermainnya yang diair terjun ini.)
"Piye nek engko mandek sediluk, tak duduhno nggone" (Gimana kalau nanti berhenti sebentar, tak tunjukin lokasinya)
"Yo gak popo Ben,
itung - itung iso kenek digae referensi liburan iki tempate" (ya gak papa ben, bisa buat referensi liburan ini tempatnya).
Tiba - tiba dari belakang ada lampu mobil yang menerangi mereka dan lama kelamaan semakin mendekat, Beni seketika itu juga memberi jalan sedikit kepada mobil sedan dibelakangnya untuk menyalipnya. Perasaan Beni dan Siska bahagia karena mendapat teman dijalan. Motor Beni yang berjalan pelan dan menepi akhirnya di dahului oleh sebuah mobil,
kira-kira tepatnya ditikungan kesepuluh sehabis pintu masuk menuju desa. Mobil sedan hitam yang tiba-tiba memotong laju motor beni tepat didepannya, ikut berjalan pelan didepan motor Beni. Beni pun kembali menguasai motornya dengan tenang dan kembali bicara dengan Siska...
"Memange awakmu ora wedi Sis, nang kene" (memang kamu gak takut Sis, disini)
"Yo oralah, kan enek raimu Ben" (Ya enggaklah, kan ada kamu Ben"
"Asem awakmu ki Sis. rungokno disek sis - neng air terjun iku mbiyen enek kidange sis.
Tapi mbiyen pas diburu arek-arek langsung ditembak kidange kan ambyuk trus mati. lah arek-arek seneng marani kidang iku, pas nggendong kidange arep digowo muleh, lah kok ndilalah kidange nang pundak iso ngomong Sis" (Asem kamu ini Sis. dengarkan dulu - diair terjun itu dulu ada kijangnya.
tapi dulu sewaktu diburu anak-anak langsung ditembak kijangnya, kan otomatis rubuh dan mati kijangnya. nah anak-anak yg bergembira mendatangi kijang yang mati itu, nah sewaktu digendong kijangnya mau dibawa pulang. lah kok tiba-tiba kijangnya dipundak bisa ngomong).
"temenan ta Ben" (beneran ta ben)
"temenan sis, iku biyen akeh saksine,pas digendong kidange urip maneh terus ngomong "culno aku nek gak koen mati". iku arek-arek kuweden kabeh, ngejer terus kidange ditibakno ngunu ae. maringunu arek-arek langsung mlayu semburat dewe-dewe Sis.
(Beneran Sis, itu dulu banyak saksinya. sewaktu digendong kijangnya kembali hidup terus bicara "lepaskan aku, kalu tidak kamu bakal mati". Mendengar suara dari kijang itu, anak-anak ketakutan semua, tubuh mereka bergetar. selanjutnya kijangnya dijatuhkan begitu saja.
sehabis itu, anak-anak langsung lari mencar sendiri-sendiri Sis)
"Ojok medeni koen Ben" (jangan menakuti kamu ben)
"Temenan Sis, aku ora goroh. Iki lo neng ngarepan nggone" (beneran Sis, aku tidak bohong. Ini lo didepan jalan tempatnya). Jawab Beni sambil menunjuk kedepan.
"Nek ngunu digenahno maneh sepedahmu iki...ben ..bento, nek pengen nduduhno!!!! nek mlakune ngene opo yo eruh aku nggone air terjun jaremu iku" (Kalau begitu dipelankan lagi sepeda motormu ben..bento,
kalau ingin memberitahu!!! kalau jalannya begini apa ya tahu aku tempatnya air terjun katamu itu?). Kata Siska yang penasaran
“Yo wel ,rewel” (Iya wel bawel). Sahut Beni dari depan, dengan suara kesal.
"Getun aku mau nduduhi awakmu sis"
(kecewa tadi aku memberitahukanmu sis). gerutu Beni yang tak terdengar dari jok belakang
Genggaman tangan kanan Beni seketika menurunkan gasnya secara perlahan, putaran rantai akhirnya berpengaruhi memperlambat motor Beni, perlahan roda motornya juga ikut melambat.
Malam itu bulu kuduk sepasang muda mudi ini ikut merangkak naik khususnya Siska, tapi rasa penasaran Siska mengalahkan rasa takutnya, sehingga dia pun tetap bersikeras untuk kekeuh ingin melihat lokasi coban dari pinggir jalan.
Beni yang dari tadi nyerocos menakut-nakuti Siska mulai diam, Beni konsentrasi melihat kedepan untuk mengingat lokasi coban itu. Hingga tak terasa dia sudah sampai dari jarak lima puluh meteran dari lokasi.
Sehabis melewati tikungan tajam Beni menunjukkan lokasi itu dengan tangan kirinya. “Iku lo Sis nggone, sak marine tikungan ngarep iku” (itu lo sis tempatnya, sehabis tikungan didepan itu)." Tunjuk Beni sambil menoleh kebelakang, dengan suara cukup sedang.
Siska memperhatikan arah dari tangan Beni, tapi yang ia lihat hanya gelapnya hutan, dan siluet - siluet hitam pepohonan hutan yang rimbun. suara - suara hewan nokturnal pun bermunculan keras bersahutan dari dalam hutan.
Mereka seakan ingin memberitahu semua sosok yang terkadung didalamnya.
“Koen gendeng ben, bengi ngene iki yo gak ketok blok” (kamu gila ben, malam begini ya tidak terlihat bodoh).
“Yo paling gak kan awakmu ngerti ancer-ancere nggone sis, penting aku ogak mbujuk’i awakmu ”
(Ya paling tidak kan kamu tahu tanda-tanda tempatnya sis, penting aku tidak nipu kamu). Sergah Beni
“Yo..yo ben, aku percoyo” (iya..ya ben, aku percaya). Jawab sinis Siska
Mereka terus berjalan memasuki tikungan terakhir jalanan dimana coban itu berada.
Tapi mereka tetap mengikuti mobil sedan didepannya dan tetap menjaga jarak, Saat motor mereka semakin mendekat. Siska dan Beni melihat sosok pocong di bawah sebuah pohon dipinggir jalan.
Pocong itu berwajah hitam, mengeluarkan aroma yang busuk.
kepala sosok pocong itu goyang-goyang seperti menyambut kedatangan Siska dan Beni. Pocong itu berada tepat disamping kiri jalan, dia tepat di bawah pohon sesekali mengintip orang yang lewat kearahanya.
Mengetahui ada hal yang ganjil Siska memalingkan mukanya ke kanan.
dan spontan membenamkan mukanya dipunggung Beni karena takut.
.”Ben gendeng awakmu, enek poconge ndok nisore uwet iku!!! Cepetan…banterno motore aku wedi”.(Ben gila kamu, ada pocongnya di bawah pohon depan itu!!! Cepat…kencangkan motornya, aku takut). bentak siska dengan cepat
“Aku yo ngerti sis, iki tak banterno ndos! Tapi ambune tambah bosok ngene yo dalane” (Aku mengerti sis, ini tak kencangkan ndos! Tapi baunya busuk begini ya jalannya). sambung beni dari depan, dia juga mulai ikut takut.
“Embuh Ben, ambu bosok opo iki aku yo gak ngerti, cepetan! Iki kabeh Gara-garane awakmu Ben, maleh genderuwone teko temenan iki piye?” (Entahlah Ben, bau busuk apa ini aku tak mengerti, cepetan ayok! Ini semua Gara-gara kamu Ben, malah hantunya datang beneran ini gimana?)
“Dungo’o ae sis, jok rewel ae. Aku yo wedi iki”(Berdo’a saja Sis, jangan bawel saja. Aku juga takut ini). Sambung Beni
Siska hanya diam, mulutnya kelu tak berucap hingga dalam hati. Yang ada dalam pikirnya hanya rasa panik dan mulai takut saja.
Mereka tetap melajukan motor dengan sedikit menambah kecepatan dijalan yang lurus, tapi didepannya lagi jalanan ini sudah habis dan mau berbelok ke kekiri. Posisi mereka malam itu motornya tetap dibelakang mobil sedan itu.
Jalanan disamping coban kethak tidak ada penerangan sama sekali, penerangan dijalanan itu hanya dari lampu dari motor Beni dan mobil sedan didepannya saja. Kendaraan dijalanan malam itu juga cuma ada motor Beni sama mobil didepannya yang melintas.
Saat Beni dan Siska melewati lokasi tepat disamping coban kethak bau nusuk berganti dengan bau harum. bau bunga kenanga tercium sangat kuat disamping coban. Aneh !!! padahal sebelumnya adalah bau yang sangat busuk menemani mereka sejak tadi.
Masih dijalanan coban tepatnya sebelum tikungan ke kanan, malam itu Beni dan siska yang habis ketakutan melihat pocong kini mereka dihadapkan adanya sosok perempuan.
Wanita yang memakai baju merah berjalan dengan cepat, ia keluar dari dalam rerimbunan coban kethak.
Dia berjalan sendirian hingga ketengah jalanan beraspal yang dua kendaraan ini lintasi. Tapi saat berjalan kaki sosok wanita ini tak menyentuh aspal sama sekali.
Semakin dekat semakin terlihat sosok wanita ini dengan jelas.
Penumpang dua pengendara ini memperhatikan dengan teliti wanita berbaju merah ini. Bola mata mereka semua tertuju pada sosok ini, Perempuan itu terlihat berparas cantik berhenti ditengah-tengah jalan dan menghadap mobil yang berada didepannya.
Sosok perempuan yang memakai baju merah panjang seperti daster berlengan panjang, dengan rambut hitam panjang sepinggul yang acak acakan. Wanita itu juga menatap mereka semua, termasuk penghuni mobil yang berada tepat didepannya.
Saat itu juga beni dan siska yang sudah menghadap kedepan berteriak keras sambil menunjuk wanita ini.
"Awasssss... Awasssss...Awasssss mbak"
Sedangkan dari dalam mobil sedan itu sendiri terdengar suara teriakan yang keras.
"Awaaaasss….Aaaaakkkhhhh" Teriak tiga penumpang mobil yang berada didepannya, mobil sedan itu menabrak sosok wanita yang berdiri ditengah jalan.
Setelah menabrak sosok wanita itu, mobil didepan Siska mulai goyang kekanan dan kekiri meliuk-liuk kehilangan kendali.
Mereka yang berada didalam mobil sangat panik dan terus berteriak histeris, tapi mobil ini tidak berhenti. Mereka hanya melihat kebelakang mobil, untuk memastikan wanita itu.
Setelah mereka melihat wanita itu, kenyataan aneh yang menghinggapi pengendara mobil. sebab wanita ini tetap berdiri ditangah jalan, mobil yang habis kehilangan kendali itu berjalan memacu mobilnya dengan menambah kecepatan. hingga mobil itu kembali stabil dalam kemudinya.
Sedangkan Siska dan Beni tetap melihat dengan seksama adegan yang mengerikan didepannya. Mereka melihat wanita berpakaian merah itu tidak tergores atau tersentuh mobil sedan itu sama sekali, yang mereka lihat adalah mobil sedan itu menembus tubuh wanita ini dengan mudah.
Wanita yang seperti tertabrak itu tetap berdiri dan memandang mereka berdua dengan wajah yang pucat, mata melotot dan senyumnya yang menyeringai kepada mereka beerdua.
“Ya. allah..Astagfirullahhal adzim...” Ucap mereka berdua dengan spontan
“Cepetan ben, wonge nguwasi terus”(Cepat ben, orangnya melihat terus). Ucap siska kepada beni.
Siska sendiri saat itu sedang beradu pandang dengan sosok wanita ini dari jarak yang cukup dekat. Kira-kira wajahnya Siska dan wanita ini berjarak sekitar satu meter.
Selepas melewati sosok wanita ini, Siska bicara kembali pada Beni.
"Ben koen delok wong wedok iku mau? Iku koyok’e duduk wong wedok temenan." (Ben kamu lihat wanita itu tadi? itu kelihatannya bukan seorang perempuan beneran) " Kata Siska dengan nada keras dari belakang.
"Iyo Sis, ketok’ane ngunu. hiiiiii" (Iya Sis, kelihatannya begitu…hiiiii). Sahut Beni sambil mengemudi
"Cepetan ben, banterno sepeda motore. Aku wedi temenan iki" Teriak Siska yang tetap bersembunyi dibalik punggung Beni.
(Cepat Ben, kencangkan sepeda motornya. Aku takut beneran ini). Ujar Siska
“Dalane koyok ngene opo yo iso banter ndol, iso-iso melbu jurang bongko aku Sis” (Jalannya kayak begini apa ya bisa cepat ndol! Bisa-bisa masuk jurang mati aku Sis). Bantah Beni dengan cepat
“Yo wes sak karepmu penting banterno”(ya sudah terserah kamu yang penting cepat)
Beni pun mempercepat laju motornya, tapi kecepatan yang nambah pun tak seberapa karena jalanan yang Beni hadapi sedang menanjak dan mau menikung kekanan.
Tapi posisi mereka tetap dibelakang mobil sedan tadi. Setelah jarak tempuh sekitar lima ratus meter mereka lalui hal yang aneh kembali terjadi. Sosok wanita berbaju merah yang sebelumnya disamping coban tadi mulai terlihat samar dari jauh.
sekian meter kendaraan makin mendekat, seketika memang benar sosok itu sudah muncul kembali, ia berdiri di tengah jalan dan menatap kedua pengguna jalanan itu kembali.
Kali ini mobil sedan tadi lagi - lagi menabarak sosok wanita ini, tapi saat ditabrak mobil sedan itu.
Tubuh wanita ini lagi-lagi tembus kembali dan dia tidak terkena apapapun. Kejadian sama persis seperti sebelumnya, semua penghuni mobil berteriak histeris sama halnya diawal tadi. Setelah sadar pengemudinya akan terror sosok wanita ini, akhirnya kecepatan mobil itu ditambah.
Mereka berjalan melesat sekencang-kencangnya karena mareka semua sudah ketakutan. Beni dan Siska saat itu juga ketakutan, mereka kembali dihadapkan untuk saling beradu pandang kembali dengan sosok wanita ini dijalanan yang gelap dan sepi.
Kali ini Siska beradu pandang hanya berjarak sekitar kurang dari satu meteran dengan wajah wanita jadi-jadian ini. Dan serasa sangat dekat sekali dengan sosok wanita itu, terlihat jelas bentuk wajah wanita berpakaian merah ini.
Kali ini kedua matanya matanya sudah mengeluarkan darah, hidung dan bibirnya yang menyeringai juga meneteskan darah. Jadi bau anyirpun mulai ikut tercium sangat kuat malam itu didekatnya. Wanita ini memandang Siska seakan tak mau melepaskannya untuk pergi darinya.
Tapi motor Beni terus berjalan menjauh meninggalkan wanita itu. Beni memacu motornya untuk mengejar mobil tadi, tapi sekian lama ia menarik gasnya dalam-dalam mobil sedan itu sudah tak terkejar lagi. Usaha malam itu gagal untuk mencari teman dijalanan berliku pegunungan.
Alhasil Malam itu kendaraan yang ditumpangi Beni dan Siska akhirnya berjalan sendirian dijalan yang gelap, dingin, lembab dan sepi. Mobil sedan yang mau dijadikan teman dijalanan kini telah meninggalkan mereka entah kemana?
Kejadian ini berulang kembali, sehabis menempuh jarak kurang lebih lima ratus meter. entah sudah berapa kali mereka menemui wanita ini terus ditengah jalan yang berliku itu. Mereka lagi dan lagi dikejutkan sosok wanita ini yang sudah berdiri sendirian ditengah jalan.
Dia yang sudah berdiri terus memandang Siska dan Beni dengan makin menyeramkan. Wajah wanita ini semakin lama semakin rusak, warnanya kulitnya menghitam dan tak berbentuk.
Teror sosok wanita ini Seakan wanita ini tak mau melepaskan mereka malam itu…
dari sinilah Siska mulai gemetaran disekujur tubuhnya dan menangis dibelakang punggung Beni. Perasaan siska sendiri semakin lama semakin tak karuan, panik, sedih dan gemetaran menjadi satu akan terror sosok wanita ini.
“Huuu..huuu..huuu… Ben aku wedi, rasane kudu mati aku ben nek ngene teros Ben”( Huuu..huuu..huuu Ben aku takut, rasanya mau mati kalau begini terus)
“Hus menengo Sis, aku yo wedi ngejer pisan iki gak awakmu tok. Tapi awakmu ojok nangis ngene”
(Hus diamlah Sis, aku juga takut gemetaran juga ini tidak kamu saja. Tapi jangan nangis begini). Pinta Beni
Keadaan ini terus mereka jalani, roda motor tetap berjalan meski ketakutan. Ditiap perjalanan yang ditempuh sekitar 400 – 500 meter,
mereka menemui wanita itu terus berdiri ditengah jalan menyambut mereka. Mental dan keberanian mereka semakin lama semakin ciut.
Begitu juga Jantung mereka berduapun ikut betabuh genderang kencang dan tak karuan, hanya rasa takut…takut…dan takut yang ada dipikiran mereka.
Isak tangis Siska dipunggung Beni yang pilu juga tak kunjung berhenti. Gadis cantik ini sudah tak kuat mengahadapi sosok wanita yag menerornya, tangisnya Siska pun semakin lama semakin kencang dimalam itu. Tapi tangis itu tak membangunkan penghuni rumah-rumah yang ia lewati.
Apalagi mereka malam itu diwajibkan menghisap bau busuk di setiap jarak tempuh 400 – 500 m kedepan. Saat semua rasa Siska sudah bercampur aduk tak karuan, makin parah dan mau pingsan. Ia berinisiatif berusaha menghubungi kakak sepupunya.
Sebab Siska sendiri merasa kakaknya ini sering berhubungan dengan mahluk dunia lain. dianggapnya paling cocok kalau meminta bantuan kepada sepupunya ini dari pada ayahnya sendiri. Kakaknya ini biasa dipanggil dengan sebutan mas Samsul.
Saat masih diatas motor, tangan Siska sibuk mencari nomor kakaknya dengan tangan gemetaran dan tangis sesenggukan. Sekian lama pencarian itu karena rasa sudah tak karuan, Hingga akhirnya menemukan nomor mas Samsul.
“Mas…tolong aku..tolong aku…”
“Keno opo awakmu dek”(Kena apa kamu dek)
“Huuuu…huuu…huuu”Siska masih terus menangis kencang, dia masih belum bisa menjawab
“Iyo enek opo Sis!!!(ada apa Sis) istigfar..istigfar..istigfar tenang disek”. Kata Samsul dengan cepat dan ikut panik
Siska kembali diam menghentikan tangisnya sejenak, menarik nafas dalam dalam. Dan mengucap istigfar berulang kali. Hingga ada setitik kekuatan yang membuat ia bangkit untuk mengadu kepada kakak sepupunya ini.
“Aku wedi mas, mau ndok ngarepku enek uwong seng ketabrak mobil” (aku takut mas, mau ada orang didepanku ada yang tertabrak mobil).
“Innailahi wa inailaihi rajiun, tapi sampean gak popo to?” (Innailahi wa inailaihi rajiun, tapi kamu nggak papa kan?)
“Gak popo mas, tapi wonge iki gak mati. Wonge iki seng ketabrak iso di tembus mobil” (Nggak papa mas, tapi orangnya ini tidak mati. Orangnya ini yang tertabrak bisa ditembus mobil mas)
“lha wonge iku nggawe klambi abang, kawitane ketemu mau rupane ayu tapi sui-sui wong iku raine ajor mas. Sak iki aku ngebut diuber-uber karo wong iku mas. Aku wedi pol iki mas…tolongen aku masss...hu..huu...huuuu”
(lha oranganya itu memakai baju merah, pertama bertemu tadi terlihat cantik tapi orang itu lama-lama wajahe hancur mas. Sekarang aku ngebut mas, aku takut beneran ini mas…
.tolongin aku mas...huuu..huu..huu). Jawab siska dan tangisnya pecah kembali
“Aku wes gak kuat, rasane kudu matek aku mas. Piye aku tak leren sek ae ta mas, gak kuat rasane nek diuber terus koyok ngene mas” (aku sudah tidak kuat, rasanya ingin meninggal aku mas.
Bagiamana aku tak istirahat dulu saja ta mas. Tidak kuat rasanya kalau dikejar terus seperti ini mas)“
Yo wes ndang minggir sek. Patenono hpmu, nek wes oleh nggon seng padang telpon mas maneh yo” (Ya sudah lekas minggir dulu.
Matikan hpmu, kalau sudah dapat tempat yang terang telpon mas kembali ya)
“Iyo mas” (Iya mas)
Siska pun menutup telponnya, dan berbicara disamping daun telinganya Beni “Minggiro cepet Ben aku wes gak kuat. Ndasku wes abot rasane” (Menepilah cepat Ben aku sudah tak kuat.
Kepalaku sudah berat rasanya). "Yo Sek Sis" (Ya sebentar Sis). Sahut Beni, ia pun langsung segera menepikan motornya. Beni sendiri kasihan juga melihat sekilas Siska dijok belakangnya. Malam itu Siska sudah benar-benar merasa tak kuat lagi untuk melanjutkan perjalanan.
Malam itu Beni putuskan untuk berbelok dan berhenti disebuah toko modern di Daerah Pujon. Dengan cepat Beni parkir, Mereka langsung turun dan duduk berdua agak dekat diemperan. Kondisi mereka duduk dengan berjongkok dan kedua tangan yang melingkar erat diujung lututnya.
Tapi seluruh tubuh mereka masih gemetaran hebat. Tangis sesenggukan Siska beradu jadi satu dalam getaran tubuh yang penuh ketakutan, begitu juga dengan Beni. Tapi malam itu beni bedanya tidak menangis. Hingga saat lama terdiam Siska ingat pesan dari mas Samsul.
Pesan tentang apa yang akan ia harus lakukan sehabis berhenti. Akhirnya putuskan untuk menelpon kakak sepupunya kembali.
“Halo mas, aku wes leren iki…huuu..huuu..huuu” (Halo mas, aku sudah berhenti istirahat ini…huuu..huuu..huu)
“Iyo, terus awakmu sak iki neng endi? karo sopo?”(Iya, terus sekarang kamu sekarang dimana? Sama siapa?) Tanya Samsul dengan cepat, karena dia khawatir akan keselamatan Adik sepupunya
“Tulungi aku sek mas…iki aku nyampe pujon karo Beni. aku wes gak wani mlaku maneh.
Wedi ditututi wong iku maneh?” (Tolongi aku dulu mas…huuu…huu, ini aku nyampe pujon sama beni. Aku sudah tak berani jalan lagi. Takut diikuti orang itu lagi). Kata Siska dari sambungan telpon.
Sementara itu sosok wanita berbaju merah itu,
berdiri dijalan, dia terus memandangi Siska dan Beni. Meski keduanya tak melihat kedepan. Sosok wanita ini berdiri dijalan dengan berganti - ganti tempat, kadang ditengah kadang diterotoar dan kadang didepan mereka yang tengah duduk.
Mereka berdua yang ketakutan hanya membenamkan kepalanya saja diantara kedua lutut, sambil mendengarkan suara geraman dari wanita jadi jadian ini. sementara siska memegangi HP dengan wajahnya yang terbenam.
“Oalah nduk..nduk bengi-bengi ngene kok yo balik ke malang ambek arek lanang pisan?” (oalah nduk..nduk…malam-malam begini kok ya balik ke malang ambek arek lanang pisan?). Ucap samsul yang kecewa terhadap kelakuan Siska
“Mene isuk aku bimbingan skripsi soale mas, kate piye maneh?”(besok pagi aku bimbingan skripsi soalnya mas, mau bagaimana lagi). Jawab Siska yang apa adanya
“Koncomu lanang iku gak wani ta?” (temanmu laki-laki itu tidak berani ta?)
“Yo gak wani mas, iki arek’e podo wedine karo aku. Arek’e yo ngejer kabeh, wajahe wes pucet. Iki podo keweden kabeh mas..huuu..huuu”(Ya gak berani mas, ini anaknya sama takutnya sama aku. Anaknya juga gemataran semua, wajanya sudah pucat..ini pada ketakutan semua mas..huu..huu)
“Awakmu gowo banyu?” (kamu bawa air)
“Gowo mas, aku bawa botol air.” (bawa mas, aku bawa botol air)
“Wes sak iki bukak’en tutupe botol banyune disek!” (sudah sekarang bukalah tutup botol airnya dulu)
“Iyo mas.” (Iya mas) Jawab Siska
“Sak iki awakmu wong loro tarik nafas, tutno aku moco dungo.”(Sekarang kamu berdua tarik nafas, ikuti aku berdo’a).
Mereka berdua bangkit dari ketakutan dan segera mengikuti arahan mas samsul, dengan suara yg dikeraskan dari hp Siska. ritual malam itu dengan cepat diselesaikan.
Selesai berdo’a, mas samsul bicara kembali.
“Wes sak iki ombeen banyune karo kancamu” (sudah sekarang minum airnya sama temanmu).
Dengan cekatan Siska meminum Air dari botolnya terlebih dahulu, Teguk demi teguk mereka minum air dari botol itu secara bergantian.
Tak terasa isi air dalam botol itupun habis mereka minum, sesaat kemudian mereka berdua merasakan sesuatu setelah air itu memasuki kerongkongannya. Ada sesuatu yang berbeda dalam diri mereka malam itu semenjak air yang diberi doa membasahi mulut hingga bermuara diperut.
Siska yang habis merasakan banyak perubahan kini berbicara di telpon samsul kembali.
“Alhamdulilah, lego rasane atiku. Rasane sodok tenang mas! Aku karo koncoku wajahe yo wes gak pucet ambi ngejer maneh mas.
Kiro – kiro maringene aku ditutno maneh ta gak karo setan wedok iku mas? sumpah aku wedi tenanan mas”
(Alhamdulilah, lega rasa hatiku. Rasanya agak tenang mas! Aku sama temanku wajahnya ya sudah tidak pucat lagi sama gemetaran lagi mas.
Kira-kira habis ini aku diikuti lagi apa tidak sama setan perempuan itu mas? Sumpah aku takut beneran mas)
“Wes aman, terusno perjalananmu. Engko nek jek onok opo-opo hubungono aku maneh dek” (sudah aman, teruskan perjalannmu. Nanti kalau masih ada apa-apa hubungi aku lagi dek)
“Yo mas, suwun” (Yo mas, suwun)
Saat itu, sosok wanita yang berganti-ganti tempat didepan siska tiba-tiba sudah lenyap. Begitu juga dengan bau khasnya sudah tak tercium lagi.
Selesai Siska berbicara panjang lebar lewat sambungan telpon,
sambil melirik ke jalan dan pelataran toko modern. Merasa sudah tidak melihat sosok itu lagi akhirnya dia segera mematikan telponnya, Siska pun duduk sejenak beberapa menit. Sambil menenangkan pikiran dan hatinya yang kacau.
Setelah ketakutan, kepanikan dan tubuh mereka yang gemetar mereda. Mereka pergi meninggalkan jalanan itu menuju Malang dengan aman. Terror yang menimpanya malam itu bersama Beni malam itu Akhirnya selesai.
Tapi disisi yang lain, kakak sepupunya yang habis menangani Siska dan sosok wanita itu mengalami hal yang berbeda.
Rumah Samsul.
Malam itu kakak sepupunya berada dirumah sehabis membantu Siska, ia sedang tiduran dikamar sendirian menghadap pintu.
Dirumah Samsul malam itu memang sepi, saat itu dia sendirian dirumah. Susana rumahnya sebelumnya hening hingga ia mendengar sesuatu dari dari balik pintunya sebuah suara
“krekkkk…kretek…kretekkk…”Pintunya mulai bergerak berayun sendiri secara perlahan.
Samsul yang tadinya rebahan curiga dan mengamati pintu kamarnya dengan seksama. Selanjutnya ia melihat tiba-tiba ada rambut panjang yang menjuntai lantai, rambut rambut hitam gimbal itu berserakan keluar masuk himpitan dibawah pintu.
Seperti ada yang menarik ulur rambut itu. Sedangkan Bau busuk pun dengan cepat memenuhi kamar Samsul. Perasaan samsul semakin lama semakin curiga, merasa ada yang tidak beres akhirnya samsul bangkit berdiri.
Dia berjalan ke pintu kamarnya dan melihat apa yang terjadi dibalik pintu kamarnya.
Setelah pintu ditarik, Samsul melihat melihat sosok kuntilanak merah sedang berjalan merayap ditembok menuju tempat samsul berdiri ditengah pintu kamarnya.
Sosok kuntilanak merah ini berwajah hitam, hancur penuh belatung dan berbau sangat busuk. Sosok ini setelah merjalan merayap akhirnya berhenti didekat samsul dengan posisi dia yang miring. Kuntilanak merah ini menatap tajam melotot hingga bola matanya yang berdarah keluar.
Dia memandangi Samsul yang berdiri dengan wajah menyeramkan. Samsul tetap berdiri menyambut tatapannya tanpa rasa takut, Lama kelamaan saat mengamati kuntilanak merah ini, wajahnya mengeluarkan belatung kecil-kecil hingga berjatuhan ke lantai.
“Lapo koen melu – melu urusanku” (Kenapa kamu ikut-ikut urusanku). Bentak kuntilanak merah yang sudah marah ini.
“Iku adekku, koen iku wes bedo alam karo adekku. wes maringene ojo ganggu maneh!!!”
(Itu adikku, kamu sudah beda alam sama adikku. sudah habis ini jangan ganggu lagi !!!) Bentak Samsul yang sudah hilang pusarnya karena tak memiliki rasa takut terhadap mahluk seperti ini.
“Heeeemmm,,,geeerrrrrrrhhhhhhhhh” suara geraman kuntilanak yang semakin marah.
Tiba tiba dia terbang melesat mendekat kepada Samsul, dengan cepat tangan hitam busuk kuntilanak ini menerkam leher Samsul dengan kedua tangannya dan kuku hitamnya yang panjang.
“astagafirulallah, allah huakbar.” Ucap samsul yang spontan
Samsul seketika melakukan perlawanan, dengan segenap tenaga tangannya untuk melepaskan cengkeraman kedua tangan kuntilanak merah ini. Dengan susah payah akhirnya cekikannya perlahan mulai terlepas, tapi samsul tetap memegang kedua tangan kuntilanak merah ini.
Akhirnya Samsul mengancam kepada kuntilanak dengan nada marah.
“Aku bedo karo adekku, nek koen jek pancet ganggu uwong maneh termasuk adekku. Titenono nek aku jek krungu awakmu ganggu nang kono koen tak parani langsung, Koen bakale tak pateni!”
(Aku beda sama adekku, kalau kamu masih tetap ganggu orang lagi termasuk adekku. Ingat kalau aku masih dengar kamu ganggu disana kamu aku akan kudatangi langsung, kamu bakal aku bunuh). Gertak samsul sambil membuang tangan sosok kuntilanak merah ini.
Kuntilanak merah ini terpelanting terbang hingga jatuh. Disaat dia terkulai dilantai dan sehabis mendengar gertakan dari samsul. Kuntilanak merah ini diam menunduk. Lama ia tertunduk, samar-samar terdengar ia menggeram dan mengatakan "berjanji tak akan berbuat usil kembali".
" Yo wes ndang balik" (Ya sudah lekas kembali). Perintah Samsul. Akhirnya Sosok wanita berbaju merah ini bangkit berdiri, perlahan lahan dia yang menggeram pelan sambil melayang mundur kebelakang.
Hingga dia menembus tembok rumah Samsul, akhirnya sosok itu menghilang. Syukurnya sejak kejadian itu Siska dan kawan-kawannya tidak pernah diganggu lagi dijalan berliku coban kethak.
-TamaT-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Cerita Terbaru Update