Notification

×

Kategori Berita

Cari Cerita

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Entri yang Diunggulkan

DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN

  Kang Asep Hidayat DIJADIKAN TUMBAL PESUGIHAN By. Kang Asep Hidayat Assalamualaikum, salam sejahtera buat sahabat kang Asep Hidayat semua ...

Indeks Berita

Iklan

GERBONG TERAKHIR

Senin, 08 Februari 2021 | Februari 08, 2021 WIB Last Updated 2021-02-08T05:17:04Z

 

t
#GERBONG_TERAKHIR
#Horor

Kafein dalam kopi tidak mampu mengusir rasa kantuk. Aku terus saja menguap tanpa henti, meski sudah hampir satu gelas kopi kuminum, masih saja mengantuk. Kereta tujuan kota yang rencana kunaiki tidak juga datang. Hampir tiga jam aku menunggu. Menurut pengumuman petugas stasiun, ada kecelakaan di jalur yang sama, semua jadwal pemberangkatan mundur.

"Sendirian, Mbak?" tanya laki-laki berkaos hitam di sebelahku.

"Mau kemana? Surabaya?" lanjutnya.

"Iya, Mas."

"Sama dong, Mbak. Lumayan juga tiga jam nongkrong di stasiun tanpa kepastian, bikin bosen," ujarnya sambil sesekali menyeruput kopi di tangannya.

Sekilas, aku melihat tampang laki-laki tinggi berkulit putih itu lumayan juga. Meski topi hitam berlambang merk tertentu sedikit menutupi wajahnya, tapi jelas terlihat. Tas ransel besar, mirip tas carryl para pendaki tergeletak di bawah kakinya. Ia topangkan satu kaki di atas tas berwarna merah itu.

"Saya kangen orang rumah, sudah dua minggu ini belum pulang," ucapnya tanpa kutanya. Matanya nanar.

Ada yang berbeda, ia berulang kali menarik napas dalam, aku kira ia sedang gelisah.

"Kenapa, Mas?" tanyaku pada akhirnya. Awalnya aku tidak terlalu menanggapi, namun pernyataannya tentang orang rumah membuatku tergelitik ingin tahu.

Ia menolehku, dan hanya tersenyum.

"Tidak penting, Mbak."

Hening. Hanya terdengar deru suara mesin mobil di balik tembok stasiun. Jogja, meski sudah malam masih tetap hidup, banyak orang masih beraktifitas.

Ting tong ting tong
Ting tong tong tong

Suara khas di stasiun terdengar, pertanda operator akan mengumumkan sesuatu. Namun, entah, rasanya ada yang berbeda, terdengar pilu, dan baru malam ini suara itu membuatku bergidik. Suasana tiba-tiba terasa mencekam. Calon penumpang kereta jurusan sama denganku terlihat berjejer, duduk di bangku tunggu. Aktifitasnya tidak biasa. Sepi.

Aneh. Kenapa tiba-tiba desir rasaku berbeda. Ini pasti ada yang tidak beres.

"Kereta Ekspres Embun Pagi jurusan Surabaya segera tiba di jalur 3, harap semua penumpang mempersiapkan diri," Suara operator membuatku segera beranjak, semua barang bawaan aku cek lagi takut ada yang tertinggal. Sementara laki-laki yang duduk di sebelah tadi, juga nampak sama. Ia sibuk mempersiapkan diri dengan semua barang miliknya.

"Naik gerbang nomor berapa, Mbak?" tanyanya lagi.

"Gerbong terkahir," jawabku tanpa menatap wajah laki-laki itu.

"Sama. Kita naik bareng aja, Mbak. Sudah malam, biar enggak ada yang ganggu," jawabnya sambil tersenyum ke arahku.

Betul juga, selain rasa takut yang mendadak hadir. Aku juga sedikit khawatir. Ini sudah larut, ada teman ngobrol lumayan bisa mengusir sepi. Sepertinya laki-laki yang mengaku bernama Genta itu baik. Ramah, meski sedikit misterius.

"Duduk nomor berapa,?"

"A33."

"Wah, kita deketan, bisa lanjut ngobrol lagi," ucap Genta.

Deru mesin kereta terdengar bising. Klakson kereta terdengar membahana, decit suara rem di atas rel menandakan kereta segera berhenti. Aku dan Genta berdiri di dekat jalur tiga, siap memasuki gerbong.

Kereta pelan-pelan berhenti tepat di depanku. Gerbong terakhir terbuka. Aku segera naik. Baru saja, melangkahkan kaki masuk ke dalamnya. Hidungku mencium aroma melati.

Deg, desiran hatiku makin aneh. Kalau saja ini parfum milik penumpang, pasti tidak menyengat seperti ini. Aku pejamkan mata mencoba mengusir pikiran-pikiran liar, sambil berdoa.

Pemandangan di gerbong terakhir penuh sesak. Orang-orang saling berdesakan berebut masuk ke dalamnya.

Lucu. Seingatku tadi enggak banyak yang menunggu di luar kenapa di dalam banyak sekali orang. Rasanya pengap, oksigen di gerbong terakhir seolah hanya sedikit saja.

"Mbak Nina, sini!" Suara berasal dari ujung gerbong.

Aku melambaikan tangan ke arah Genta yang sudah terlebih dulu duduk. Kita berdekatan, hanya saja terpisah lorong jalan gerbong. Genta di sebelah kanan dan aku sendiri di kiri.

"Duduk aja dulu, Mbak. Sambil menunggu penumpang lain siap," ucapnya.

Berangsur keriuhan gerbong terakhir kereta berkurang. Menjadi sepi dan tenang. Tidak lama kereta berjalan perlahan, siap berangkat.

"Kalau capai tidur aja, Mbak," ucap Genta.

"Kalau merasa ada sesuatu yang berbeda, Mbak Nina merem aja, enggak usah buka mata,"

"Atau kalau mencium sesuatu jangan komentar apa-apa," pesannya.

Dahiku mengeriyit, pesan Genta membuatku takut.

"Hmm ... ko gitu ngomongnya, Mas?" tanyaku heran.

"Enggak apa, biar Mbak Nina waspada saja. Doa terus," jawabnya makin membuat penasaran.

Akan tetapi aku tidak banyak bertanya lagi, kantuk dan lelah membuat ingin segera tidur.

Aku terbangun saat kondektor menanyakan tiket. Ku sodorkan kertas kecil berwarna kuning itu ke petugas.

"Terima kasih, selamat istirahat, Mbak."

Aku tersenyum mendengar keramahan petugas itu. Jam digital di atas pintu menunjukan pukul 12.05 WIB. Tengah malam. Suasana gerbong senyap, hampir semua penumpang tertidur. Kurekatkan kedua tangan untuk mengusir dingin yang tiba-tiba datang. Benar-benar dingin. Aroma melati yang kucium saat awal masuk gerbong tadi kembali hadir, menguar menusuk hidung.

"Astaghfirullah," ucapku lirih.

Aku coba pejamkan mata kuat-kuat, berharap tidak ada hal ganjil yang terjadi. Apalagi sejak tadi aku menahan keinginan buang air. Semakin lama aku tidak tahan, aku beranikan diri untuk ke toilet. Aku berdiri, tangan berpegangan di besi atas kursi dan mulai bejalan menyusuri lorong gerbong. Penumpang penuh, hampir semua kursi terisi.

"Alhamdulillah, banyak orang juga," kataku sambil terus berjalan.

Tunggu! Akan tetapi ada yang berbeda, kenapa mereka semua berpakaian sama? Jangan-jangan memang seragam. Hampir sebagian yang tertidur posisi mendongak ke atas. Dengan wajah sedikit terlihat pucat. sementara yang masih terjaga hanya bengong tak bergeming.

Bulu kudukku meremang, banyangan film horor terlintas. Bergidik aku dibuatnya. Gegas aku menuju toilet, membuang hajat dan segera duduk lagi untuk menikmati perjalanan. Sambil tidur. Membuang jauh-jauh lintasan pikiran yang membuatku takut.

Sekembali dari toilet, aku melihat Genta bangun. Ia tersenyum ke arahku.

"Mbak Nina baik?" tanya Genta.

"Baik, Mas. Hanya tadi sempat deg-degan dan gemetar. Suasana gerbong ini agak seram. Untung saja banyak orang ya, Mas?" jawabku mencoba menghibur diri.

Genta tersenyum lagi, kali ini aku menangkap ada makna tersirat pada senyumnya.

"Alhamdulillah, duduk saja lagi, Mbak. Kalau bisa tidur sampai besok sampai di Surabaya," ucapnya.

Selimut yang di sediakan terpaksa aku gunakan, biasanya tidak pernah, cukup jaket saja yang kukenakan. Malam ini memang sangat dingin sampai menembus tulang.

Tidak terasa kereta hampir sampai tujuan, pengumuman sudah terdengar. Aku bersiap, biar nanti saat turun tidak berdesakan. Genta juga melakukan hal yang sama, ketika kereta berhenti ia berjalan di belakangku.

Aku dan Genta turun dari gerbong bersama.

"Tadi Mbak Nina baik-baik saja?" tanya Genta.

"Maksudnya?"

"Tidak merasa ada yang aneh, Mbak?" lanjutnya.

"Enggak sih, hanya mencium bau melati aja tadi, lagian gerbong ramai jadi tidak terlalu takut, Mas," jawabku sambil merapikan bawaan. Kebetulan adik laki-lakiku sudah menunggu sedari tadi. Ia datang untuk menjemputku.

Genta tertawa mendengar jawabanku.

"Kita itu tadi hanya berlima di dalam gerbong, Mbak. Dua orang suami istri di kursi paling depan, dan satu orang persis di belakang Mbak Nina," kata Genta masih sambil terkekeh.

"Hah! yang bener dong, Mas! Becanda nih?" tanyaku tidak percaya.

"Beneran dong, makannya tadi saya nyuruh Mbak banyak berdoa, tapi enggak apa bersyukur kita bisa sampai tujuan dengan selamat. Kalau gitu saya pamit ya, sampai jumpa lain waktu ya Mbak," ucap Genta sambil berpamitan.

Aku bergeming. Tidak percaya dengan apa yang diucapkan laki-laki yang baru kukenal tadi. Ia seorang pendaki, katanya sudah terbiasa mengalami hal serupa, pengalaman seram yang membuat kuduk meremang. Seketika aku bergidik membayangkan situasi di gerbong terakhir tadi.

Selesai
Jogja, 1 Februari 2021
See less

1 komentar:

  1. Free football videos - YouTube Channel
    Free football videos youtube converter to mp3 in seconds. Find many great free & high quality free football videos like this one from our channel. Watch every single match, every Nov 16, 2020 · Uploaded by YouTube Channel

    BalasHapus

×
Cerita Terbaru Update